Sakato.co.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang, kembali menetapkan satu orang tersangka, berinisial DK, yang merupakan oknum pegawai salah satu bank BUMN, dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan pemberian fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) periode 2022-2023.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Padang, Aliansyah didampingi Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Padang, Yuliandri, mengatakan, saat konferensi pers,
penetapan tersangka DK,
berdasarkan bukti yang cukup.
“Tersangka dijerat dengan pidana melanggar pasal melanggar pasal 2 ayat (1), Juncto (Jo) pasal 3, Jo 8 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana,” katanya, Kamis (17/4/2025).
Ia menerangkan usai ditetapkan sebagai tersangka. DK yang menjabat sebagai mantri di bank BUMN langsung ditahan oleh penyidik.
Menurutnya, DK akan ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Padang, selama 20 hari ke depan sembari menunggu penyidik melengkapi berkas perkara.
Ia menjelaskan, DK dalam perkara itu berperan sebagai pihak yang berperan penting dan dominan dalam praktik pengajuan dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang tidak sesuai prosedur.
Dalam menjalankan aksinya, DK bekerja sama dengan seorang perempuan berinisial UA yang sudah ditetapkan oleh Kejari Padang sebagai tersangka pekan lalu.
Mereka berdua diduga saling bersekongkol untuk melakukan penyalahan prosedur, dengan skema UA berperan sebagai calo yang merekrut warga sebagai calon debitur.
Tersangka UA awalnya mencari para calon nasabah di wilayah Simpang Haru, Padang, lalu mengumpulkan dokumen identitas seperti KTP dan KK.
Setelah itu, UA menyerahkan data tersebut kepada DK, sebagai Mantri bank yang bisa menentukan apakah pengajuan diterima atau tidak.
“Tersangka memiliki otoritas dan tanggung jawab untuk melakukan verifikasi lapangan, menilai kelayakan usaha, serta merekomendasikan pencairan dana,” katanya.
Namun alih-alih melakukan proses sesuai prosedur, DK malah memanfaatkan posisinya sebagai pejabat bank untuk menyalahgunakan wewenang.
Tersangka diduga secara aktif telah memfasilitasi pencairan dana KUR kepada debitur yang tidak memenuhi syarat, dan bahkan menginisiasi proses manipulasi data bersama tersangka UA.
“DK secara sadar meloloskan 51 pengajuan kredit KUR yang sebenarnya fiktif, karena para pemohon tidak memiliki usaha riil,” jelasnya.
Ia mengatakan, dari proses penyidikan terungkap bahwa seluruh data usaha, termasuk foto lokasi, bahkan izin usaha disusun secara fiktif dengan sepengetahuan dan persetujuan kedua tersangka.
Setelah proses pencairan selesai, dana kredit yang berkisar antara Rp30 juta hingga Rp100 juta per debitur tidak digunakan sebagaimana mestinya.
“Dana yang sudah cair itu dikuasai oleh tersangka UA, sedangkan DK juga mendapatkan bagian keuntungan dari sana,” ungkapnya.
Penyidik Kejaksaan juga menemukan modus bahwa kedua tersangka berusaha menutupi perbuatannya dengan tetap membayar cicilan secara bertahap melalui tersangka UA.
Namun seiring berjalannya waktu, skema tersebut mulai bermasalah karena sejak Januari hingga Juli 2024 terjadi kemacetan pembayaran (kolektibilitas 5) yang menyebabkan 51 pinjaman tersebut ditutup bukunya.
Akibat perbuatan kedua tersangka itu akhirnya timbul kerugian keuangan negara pada salah satu bank BUMN senilai Rp1,9 miliar lehih.
Dalam perkara itu DK sebagai pejabat bank bertindak bukan hanya sebagai pembantu, tetapi sebagai penggerak utama yang memuluskan seluruh proses.
Serta menyalahgunakan kewenangan jabatannya untuk memperkaya diri atau orang lain secara melawan hukum.
Padahal sejatinya, program KUR dihadirkan sebagai program pemerintah untuk mendukung pembiayaan para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Penasihat Hukum (PH) DK, yaitu Simon, mengatakan, menghargai dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
(*)