Soal Video Siswa SD yang Berkata Kasar Kepada Guru, Ini Kata Pakar Pendidikan

Sakato.co.id – Video yang memperlihatkan seorang siswa Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Lima Puluh Kota yang melawan dan berkata kasar kepada guru viral di berbagai media sosial beberapa waktu yang lalu dan menimbulkan reaksi dari berbagai pihak.

Pakar pendidikan dari Universitas Negeri Padang (UNP) Dr. Muhyiatul Fadilah SSi., M.Pd sangat menyesalkan terjadinya perlakuan kasar dari seorang siswa

banner 1080x788

Menurutnya, temperamen pada anak merupakan suatu ekspresi negatif yang berkembang akibat pembiaran dalam keluarga, lingkungan dan sekolah.

“Emosi meledak-ledak dari anak pada intinya merupakan luapan keinginan untuk mendapat perhatian. Emosi pada anak akan muncul jika di abaikan, tidak dicukupi kebutuhan, atau karena ada tekanan yg mengarah ke bully,” paparnya di tulis Rabu (19/7/2023)

Muhyiatul Fadilah mejelaskan juga, guru dalam proses pembelajaran harus bisa mewujudkan emosi positif dalam mendukung misi pembelajaran di sekolah.

“Seorang guru harus bisa memberikan pendekatan pembelajaran yang dapat menumbuhkan kepercayaan dan penilaian positif terhadap peserta didik. Selain itu seorang guru harus bisa memberikan masukan yang konstruktif, memberikan peluang mereka belajar dari kesalahan, serta menumbuhkan kemandirian bagi siswa,” ucapnya.

Muhyiatul Fadilah menambahkan, seorang guru pendidik harus bisa menstimulasi peserta didik untuk menemukan strategi-strategi untuk mengendalikan emosi negatif.

Apalagi, guru tidak bisa memilih siswa dengan karakter bawaan keluarga yang semuanya sempurna. Sekolah merupakan tempat untuk mengulang kembali nasihat kepada anak.

“Guru dalam hal ini harus bisa menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif terhadap pengembangan emosi positif. Jadi melihat video yang beredar, kita harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi sebelumnya,” jelasnya.

Selain itu, guru harus memainkan perannya sebagai pendidik di sekolah. Mendidik itu menurut Muhyiatul Fadilah dapat dilakukan melalui dua pendekatan, seperti hukuman dan penguatan.

“Guru punya wewenang untuk memberikan hukuman jika memang perilaku negatif siswa berbahaya untuk dibiarkan. Agar pemberian hukuman tidak menjadi permasalahan dari orang tua, maka dari awal harus ada kesepakatan tentang batasan pelanggaran sikap, adab dan akhlak beserta jenis hukumannya,” tegasnya.

“Yang jelas, guru dan orangtua harus mempunyai satu komitmen, jangan malah melaporkan guru atau sekolah jika anak diterapkan hukuman. Untuk anak generasi sekarang, tentu sindiran dan tantangan tidak akan menjadi ucapan yang ditakuti, tetapi yang dibutuhkan adalah tindakan tegas yang jelas dan terkontrol,” paparnya.

Muhyiatul Fadilah menekankan, pada saat ini pendidikan karakter dinilai menjadi poin penting untuk menumbuhkan generasi-generasi dengan karakter positif. Apalagi, masalah karakter merupakan satu ranah kompetensi yang butuh penanganan real time, dan tidak bisa ditunda. Karakter adalah kompetensi belajar yang mahal, yang tidak bisa disajikan oleh secanggih apapun teknologi.

“Selain membekali siswa dengan kemampuan akademis, orang tua dan guru perlu memiliki visi dan misi yang sejalan dan bersinergi agar anak tumbuh sesuai dengan karakter yang diharapkan,” tambahnya.

Muhyiatul Fadilah memandang, kerja sama orang tua dengan guru maupun pihak sekolah sangatlah di perlukan dalam perkembangan peserta didik, terutama usia anak sekolah dasar yang masih perlu perhatian yang khusus dari orang tua dan guru.

“Yang menjadi point penting, guru perlu mengenal peserta didiknya secara spesifik, agar pengajaran yang dilakukan tepat sasaran,” tekannya.

Oleh karena itu, Muhyiatul Fadilah mengingatkan tujuan pembelajaran tidak akan tercapai bila tidak ada kontribusi orang tua dalam proses pembelajaran. “Ingat, tujuan orang tua menyekolahkan anaknya ke sekolah adalah mendidik anak. Jika anak tidak mendapat pendidikan karakter juga di rumah, maka tujuan pendidikan itu sendiri tidak akan tercapai. Oleh karena itu, memandang kasus ini, komunikasi dengan berbagai sangat penting dalam mensukseskan pendidikan itu sendiri,” tutupnya.

(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *