Sakato.co.id – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menilai bencana longsor dan banjir yang terjadi di Sumatera Barat terutama Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Solok termasuk kepada bencana terencana dan terorganisir.
Hal itu diungkapkan oleh Koordinator Advokasi LBH Padang Diki Rafiqi. Menurutnya longsor dan banjir ditimbulkan beberapa masalah. Salah satunya operasi tambang yang merusak lapisan tanah.
“Bencana itu terjadi di wilayah yang tergolong rawan bencana. Namun disana juga berlangsung operasi tambang yang memicu eskalasi resiko bencana. Ini bertolak belakang dengan kebijakan nasional tentang reduksi resiko bencana dalam penataan penggunaan ruang,” ungkap Diki.
Selain itu LBH menilai masalah juga terjadi karena kemudahan izin operasional yang diberikan pemerintah pada operasi tambang.
“Infrastruktur ekologi dan sosial di wilayah itu menjadi korban, akibat jangka panjang yang belum tentu bisa dikuantifikasi secara memadai apalagi dipulihkan,” jelasnya.
Permasalahan tersebut membuka mata LBH Padang untuk menyuarakan duduk perkara masalah tersebut. Diki mengatakan pihaknya mendesak Gubernur Sumbar untuk mencabut izin tambang bersalah.
“Cabut izin tambang yang menjadi pemicu bencana tanah longsor dan banjir di Nagari Lolo Kabupaten Solok, Nagari Koto Alam, Nagari Manggilang Kabupaten Lima Puluh Kota, akan terus menghantui keselamatan kehidupan masyarakat Sumatera Barat di wilayah tersebut,” ungkapnya.
Tuntutan lainnya menuntut Gubernur Sumbar agar tidak memberikan konsesi dan izin baru bagi industri tambang di daerah rawan bencana.
“Kita juga mendesak Gubernur Sumbar menindak perusahaan perusahaan tambang yang beroperasi dalam perusakan bentang alam dan bertanggungjawab,” jelasnya.
LBH Padang juga mendesak Kementerian lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk memberikan sanksi tegas kepada perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan lindung, khususnya di wilayah Nagari Lolo, Kabupaten Solok.
Sebagai informasi bencana longsor dan banjir menimpa jalan di antara Nagari Harau dan Nagari Pangkalan yang rusak sepanjang lebih dari 20 kilometer. Citra satelit dari wilayah tersebut menunjukan terutama di Nagari Koto Alam, Nagari Manggilang dan Nagari Pangkalan berada dalam keadaan rusak berat, sebagai akibat langsung dari operasi pertambangan. Menurut data resmi dari Kementerian ESDM, terdapat 12 wilayah konsesi pertambangan.
Sementara di Kabupaten Solok longsor terjadi di wilayah Nagari Lolo, dan sempat memutus koneksi antara Sumbar dan Jambi. Wilayah ini termasuk kawasan hutan lindung namun dibebani dengan wilayah konsesi pertambangan mineral, kerusakan semakin parah ketika operasi pertambangan meluas ke wilayah di sekitarnya.
(*)