Jabatan Kepala Desa 9 Tahun, Solusi atau Oligarki?

Oleh: Muammar Kadafi Siregar
(Mahasiswa Hukum Tata Negara Pascasarjana Universitas Andalas)

Sakato.co.id – Ribuan kepala desa yang melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung MPR/DPR RI Kamis 16/1/2023 lalu, yang meminta agar Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Permintaan khusus mereka adalah perubahan pada Pasal 39 Ayat (1) agar direvisi, masa meminta jabatan kepala desa yang semula enam tahun agar dirubah menjadi 9 tahun.

banner 1080x788

Alasan masa ini menuntut Lembaga legislatif agar UU tersebut diubah dikarenakan dalam praktiknya saat ini mereka merasa terkekang dan tidak leluasa menjalankan tugas dan fungsinya.

Padahal kepala desa sendiri adalah ujung tombak pemerintahan pusat dalam melakukan berbagai program pemerintahan.

Dewan Perwakilan Rakyat tengah merumuskan perubahan terbatas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Selain memperpanjang masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun, DPR juga hendak mengusulkan kenaikan alokasi dana desa menjadi 15% dari dana transfer daerah.

Usulan revisi UU Desa ini sarat kepentingan politik karena dilakukan hanya delapan bulan menjelang pemungutan suara Pemilu 2024. Revisi terbatas UU Desa (RUU Desa) sebenarnya tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. DPR mendadak menetapkan RUU Desa dalam daftar RUU kumulatif terbuka dengan alasan menyesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas perkara uji materi UU No 6/2014 pada Maret 2023.

Pembahasan rumusan RUU Desa di Badan Legislasi (Baleg) DPR berlangsung cepat. Pada Kamis (22/6/2023), Panitia Kerja (Panja) Penyusunan RUU Desa Baleg DPR menyepakati sejumlah poin perubahan. Salah satunya masa jabatan kepala desa yang disepakati untuk diperpanjang menjadi sembilan tahun.

Kepala desa diusulkan dapat menjabat maksimal selama dua periode, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut. Sebelumnya, Pasal 39 UU Desa mengatur masa jabatan kepala desa selama enam tahun dan dapat menjabat paling lama tiga periode.
Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas mengungkapkan, salah satu pertimbangan Baleg mengusulkan perpanjangan masa jabatan kepala desa adalah menghindari gesekan yang tinggi di antara masyarakat akibat pemilihan kepala desa (pilkades).

Selama ini, pilkades kerap menimbulkan masalah sehingga mengganggu pembangunan desa. terkait dengan disahkannya perpanjangan jabatan kepala desa dari 6 (enam) tahun menjadi 9 (Sembilan) tahun, dan Panja juga sepakat untuk meningkatkan alokasi dana desa menjadi 15 persen dari dana transfer daerah. Angka itu naik 50 persen dari ketentuan dalam Pasal 72 UU Desa, yakni 10 persen dari dana transfer daerah.

Artinya sekarang setiap desa mendapat Rp 1 miliar. Nah, di draf ini, kami berharap itu bisa menjadi Rp 2 miliar per desa.

Meskipun kebijakan ini ditujukan kepada kemaslahatan rakyat, khususnya masyarakat desa, dana yang dikucurkan tidak akan terlepas dari problem di pemerintahan desa. Salah satu persoalan mendasar dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, baik di tingkat pusat, daerah, maupun desa adalah bagaimana membangun atau menciptakan mekanisme pemerintahan yang dapat mengemban misinya dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera secara berkeadilan.

Karena itu pemerintah harus melaksanakan pembangunan berdasarkan aspirasi masyarakat dan memberikan pelayanan publik sebaik-baiknya.

Pasal 39 UU desa sudah menjadi pilihan yang sangat tepat untuk dijadikan sebagai dasar penetapan masa jabatan kepala desa selama 5 (lima) tahun, dan ini akan menjadikan demokrasi akan tetap membaik dari tahun ke tahun terlebih otonomi desa juga akan tetap berjalan sebagaimana aturan yang sudah mengatur bagaimana proses tindak-tanduknya di lapangan.

Pada hakikatnya system kedaulatan rakyat itu bersumber dari kekuasaan tertinggi dalam suatu negara yang dianggap berada ditangan rakyat yang dalam praktiknya dikelola oleh rakyat dan untuk kepentigan-kepetingan seluruh rakyat itu sendiri, “kekuasaan itu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” bahkan dalam system participatory democracy, dikembangkan bahwa kekuasaan itu dari rakyat, oleh rakyat, untuk bersama rakyat”.

Persoalan yang paling mendasar dari pemerintahan di Indonesia saat ini adalah dari bentuk pelayanan kepada masyarakat, baik bidang administrasi atau aspirasi yang tidak tersalurkan, belum lagi penggelapan Anggaran Dana Desa (ADD), maka dalam hal ini perpanjangan masa jabatan kepala desa dan penambahan dana sebesar 15% tidak perlu disetujui juga terkait dengan revisi UU Desa tidak mesti diundangkan oleh Presiden.

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan, bahwa “Negara Indonesia Negara Hukum”, Negara hukum yang dimaksud adalah Negara yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan.

Negara Hukum adalah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin kedailan kepada warga negaranya.

Keadilan merupakan syarat bagi terciptanya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar daripada keadilan itu perlu diajarkan rasa Susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik.

Demikian pula peraturan hukum yang sebenarnya hanya ada jika peraturan hukum itu mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup antar warga negaranya.
Terkait dengan revisi undang-undang desa masa jabatan kepala desa diperpanjang hingga 9 (Sembilan) tahun menjadi polemik baru di kalangan akademisi, praktisi, hingga masyarakat biasa. Apa yang menjadi wacana tersebut bertentangan dengan konstitusi, yang perlu dipahami bahwa konstitusi merupakan aturan dasar yang menjadi sumber pembentukan hukum dan aturan baru yang bertentangan dengan UU Dasar 1945 maka aturan tersebut tidak bisa disahkan dan dijalankan.

Hierarki menyebutkan, dalam perkembangannya konstitusi negara modern itu harus konstitualisme. Artinya konstitusi harus membatasi kekuasaan, hal ini dilakukan untuk menjauhkan dari tindakan penyelewengan akibat tidak dibatasinya kekuasan. Sebagaimana tertuang dalam politik hukum konstitusi pada amandemen ke satu Pasal 7 UUD 1945, masa jabatan presiden 5 tahun dan dibatasi dua periode oleh sebab itu konstitusi UUD 1945 konstitualisme.

Pembatasan kekuasaan lembaga tinggi negara sudah konstitusional, artinnya Presiden maksimal 10 tahun, begitupun masa jabatan Bupati dan Gubernur.
Pembatasan kekuasaan itu penting dalam negara, kekuasaan yang tidak dibatasi akan cenderung Corrupt.

Dalam Hierarki UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa ada norma yang bertentangan dengan konstitusi yaitu pada Pasal 39 terkait masa jabatan kepala desa. Dalam pasal tersebut masa jabatan kepala desa relatif lebih lama dibandingkan dengan jabatan eksekutif di pemerintahan supra desa, yaitu 6 tahun dan dapat dipilih lagi sampai tiga periode. kepala desa dapat menduduki sebagai orang nomor satu di desa sampai dengan delapan belas (18) tahun.

Masa jabatan ini relatif lebih lama delapan tahun dibanding jabatan Presiden, Gubernur, Bupati dan Wali Kota, sehingga kepala desa akan dimungkinkan dapat menyelewengkan kewenangan abuse of power dan masa jabatan tersebut bertentangan dengan konstitusionalisme.

Padahal semangat dari konstitusionalisme adanya pembatasan kekuasaan. kekuasaan yang dibiarkan cukup lama juga akan berpotensi membangun oligarki. Masa jabatan kepala desa maksimal 18 tahun merupakan masa yang lama. Padahal pembatasan kekuasaan pemerintah itu dapat dilihat ketika adanya amanden ke satu UUD 1945, yaitu pembatasan masa jabatan penguasa dalam hal ini presiden.

Kekuasaan yang tidak terbatas akan menghasilkan kekuasaan yang cenderung korup. Masa jabatan kepala desa ini inkonstitusional karena tidak sesuai dengan konstitusionalisme yang dianut pada konstitusi Negara apalagi ditambah dengan menjadi 9 tahun.

Berdasarkan analisis yang penulis lakukan tentu dalam rencana perpanjangan masa jabatan Kepala Desa akan berpengaruh terhadap efektivitas pelayanan dan peningkatan kesejahteraan terhadap masyarakat, dan hanya menjadi kekuasaan segelintir orang (oligarki) selain itu juga bertentangan dengan konstitusi UU Dasar 1945 sehingga rencana perpanjangan masa jabatan Kepala Desa bukan solusi yang tepat maka harus dikaji dengan seksama oleh eksekutif dan legislatif dengan pertimbangan kemaslahatan masyarakat Indonesia.

Tidak hanya itu, peningkatan mutu pemahaman masyarakat agar sadar pentingnya demokrasi, partisipasi dan elektabiltas pemerintahan desa juga sangat perlu diperhatikan. Penyuluhan serta Pendidikan kepada masyarakat perlu dilakukan tentang hak dan kewajibannya masing-masing dalam penyelenggaraan pemerintahan desa agar dapat membantu membangun kesadaran Bersama pentingnya penguatan pemerintahan desa yang baik.
(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *