Pengamat Sebut Pembangunan Geothermal di Kabupaten Solok Dongkrak Perekonomian dan Minim Resiko

Sakato.co.id – Ekonom dari Universitas Andalas, Harif Amali Rivai, mengatakan Sumatra Barat memiliki potensi energi panas bumi yang besar. Harif menyebut berdasarkan data dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM PTSP), ada 19 titik panas bumi di Sumbar. Di mana total sumber daya energi panas bumi di 19 titik itu dapat menghasilkan 1.680 mega watt (MW).

Dan yang baru berhasil dikelola kata dia baru di Muara Labuh, Kabupaten Solok Selatan.

banner 1080x788

Harif menyayangkan belum banyak energi panas bumi di Sumbar yang belum tergarap. Padahal kata dia, energi panas bumi atau geothermal adalah alternatif energi bersih, minim resiko dan mampu mendongkrak perekonomian daerah.

“Tentang energi panas bumi ini kan alternatif energi terbarukan yang ramah lingkungan. Geothermal ini minim resiko. Resikonya sangat kecil dan itu bisa dikendalikan,” kata Harif, Senin (6/11/2023).

Mantan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Andalas ini, mencontohkan keberhasilan pemanfaatan energi panas bumi di Solok Selatan yang dikelola oleh PT Supreme Energi Muara Labuh.

Sudah bertahun-tahun berjalan, menurut dia, eksplorasi energi panas bumi di Solsel tidak memberikan dampak buruk kepada lingkungan dan juga memberikan dampak ekonomi yang besar buat kabupaten tersebut. Dalam satu tahun saja, ada kurang lebih Rp 70 miliar lebih Pendapatan Asli Daerah (PAD) masuk ke Solok Selatan.

Untuk daerah lain yang juga memiliki potensi energi panas bumi seperti di Gunung Talang, Kabupaten Solok, Harif mendorong supaya pemerintah daerah menyelesaikan persoalan sosial yang dapat menjadi penghalang investasi masuk.

Karena kata dia masih ada sebagian masyarakat yang belum paham manfaat masuknya investor dan perusahaan ke daerah mereka karena ketakutan akan digusur atau lahan mereka rusak. Harif menyebut investor akan sungkan masuk bila persoalan sosial di lapangan belum selesai. Sehingga ada potensi operasional perusahaan terhenti.

“Di sinilah seharusnya peran pemerintah daerah. Meyakinkan masyarakat bahwa Geothermal itu ramah lingkungan dan akan ada dampak ekonomi yang besar untuk daerah. Terutama masyarakat sekitar,” ujar Harif.

Dampak ekonomi untuk masyarakat yang sangat dirasakan menurut Harif adalah terserapnya tenaga kerja lokal. Kembali mencontohkan geothermal di Solok Selatan, Harif melihat investor lebih banyak menggunakan tenaga kerja lokal.

Seperti dimulai dari masa konstruksi awal (EPC), tentunya akan butuh banyak sekali tenaga kerja yang menyerap masyarakat setempat untuk membantu pembangunan PLTP seusai dengan keterampilan masing-masing.

“Dilanjutkan dengan adanya transfer teknologi melalui pendidikan kejuruan (SMK) bagi masyarakat yang ingin bekerja di tingkat yang lebih tinggi yang memerlukan keterampilan teknis, ataupun pelatihan-pelatihan kewirausahaan agar masyarakat menjadi maju dan berkembang dengan dukungan dari perusahaan,” ujarnya.

Di samping itu lanjut Harif, salah satu aset yang akan dibangun untuk memperlancar pembangunan PLTP adalah pembangunan jalan dari dan menuju ke lokasi PLTP.

“Pembangunan jalan ini tidak hanya untuk PLTP, tapi otomatis juga berguna bagi masyarakat luas. Dengan ada terbukanya akses jalan yang baru, maka transportasi dari dan menuju ke desa-desa terdekat akan menjadi lancar. Hasil-hasil bumi yang diproduksi akan mudah didistribusikan dengan biaya yang lebih murah apabila transportasi menjadi lancar,” jelas Harif.

Kemudian kata dia akan ada lagi dampak turunan kepada UMKM masyarakat sekitar proyek geothermal tersebut, seperti pemanfaatan panas bumi untuk pengeringan produk holtikultura seperti kopi dan sejenisnya.

Persoalan lain yang menghambat masuknya investor untuk geothermal ini lanjut Harif adalah adanya provokasi dari pihak luar untuk mencari keuntungan. Provokasi ini kata dia dilakukan dengan menghasut serta memberikan kabar buruk tentang geothermal. Sehingga ada ketakutan bagi masyarakat geothermal akan merusak lingkungan yang selama ini dipakai untuk lahan pertanian.

“Pemda harus menjelaskan bahwa ketakutan seperti itu tidak punya dasar. Contoh Solok Selatan, mereka bergerak sudah sesuai Amdal, semua operasional memenuhi standar. Lalu tenaga kerja lokal akan terserap,” kata dia.

(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *