Sakato.co.id – Anggota DPRD Sumatera Barat, Zuldarfi Darma melakukan Sosialisasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat tentang bahaya penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAFZA), di Lapangan Sepak Bola Nagari Tigo Jangko, Kecamatan Lintau Buo, Tanah Datar, Sabtu (25/10/2025).
“Narkoba bisa merusak fisik, mental, dan menghancurkan masa depan seseorang. Karena itu, kita harus sadar dan bersatu melawan narkoba,” ujarnya.
Ia menegaskan, pencegahan tak selalu harus dengan tindakan keras. Kesadaran masyarakat menjadi benteng pertama. “Kita harus berani menolak dan melawan penyalahgunaan narkoba di lingkungan sendiri,” imbuhnya.
Tak hanya itu, ia juga menekankan pentingnya edukasi dini dan peran keluarga dalam mencegah generasi muda terjerumus.
Sementara itu, Wali Nagari Tigo Jangko, Mustama Kamal menyebut kegiatan tersebut sebagai bentuk nyata perhatian dari wakil rakyat terhadap persoalan yang semakin meresahkan. Ia menyampaikan, Nagari Tigo Jangko bukan lagi wilayah yang steril dari penyalahgunaan narkoba.
“Ini sudah dua kali anggota DPRD datang menggelar sosialisasi di nagari kami. Artinya, Tigo Jangko mendapat perhatian dari wakil rakyat di provinsi,” katanya.
Namun, di balik rasa syukur itu, Mustama menyampaikan kenyataan pahit. “Nagari kita termasuk lima besar kasus penyalahgunaan NAFZA dari 75 nagari di Tanah Datar,” ujarnya.
Pernyataan itu disambut serius oleh Camat Lintau Buo, Ikrar Pahlefi. Ia mengingatkan bahwa persoalan narkoba tak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah atau aparat penegak hukum.
“Penyebaran NAFZA sangat cepat dan sulit dikendalikan. Dampaknya besar bagi masa depan generasi muda,” ucapnya.
Ia berharap kegiatan sosialisasi semacam ini bisa menjadi ruang belajar dan peringatan bagi masyarakat agar lebih peduli terhadap lingkungan sekitar.
Paparan dari Badan Kesbangpol Sumatera Barat menambah gambaran suram situasi ini. Kasus penyalahgunaan NAFZA di Sumatera Barat terus meningkat.
Sebagian besar peredarannya terjadi melalui jalur laut memanfaatkan celah lemahnya pengawasan di pelabuhan-pelabuhan kecil.
Fasilitas rehabilitasi pun masih minim.
Di Sumatera Barat, hanya ada satu pusat rehabilitasi milik pemerintah di RSUD dr. Achmad Mochtar Bukittinggi dan tiga milik swasta. Pemerintah provinsi hanya mampu membiayai sepuluh pasien rehabilitasi setiap bulannya. (*)









Komentar