Sakato.co.id – Di tengah era digitalisasi dan berkembangnya media sosial, lembaga penyiaran dituntut untuk terus beradaptasi agar tetap relevan dan mampu menjalankan fungsinya sebagai sumber informasi, edukasi, hiburan, sekaligus sebagai penguat budaya lokal.
Untuk itu, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Barat (Sumbar) menyelenggarakan workshop dengan tema “Penguatan Ekosistem Penyiaran yang Inklusif, Inovatif, dan Berkelanjutan” bersama sejumlah insan Penyiaran dari Televisi dan Radio, di Aula Kantor KPID Sumbar, Selasa (22/4/2025).
Ketua KPID Sumbar, juga selaku Ketua Panitia, Robert Cenedy mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat ekosistem penyiaran di Sumatera Barat melalui peningkatan pemahaman, kolaborasi, dan inovasi antar pelaku lembaga penyiaran.
Serta mendorong penyusunan regulasi yang lebih adaptif terhadap era digital, meningkatkan kualitas konten siaran, memperluas akses informasi masyarakat, serta pentingnya beradaptasi dengan perkembangan teknologi seperti artificial intelligence (AI)
“Di tengah derasnya arus transformasi digital, penyiaran tetap memiliki peran penting sebagai penggerak budaya lokal di Sumatera Barat. Meskipun media baru kini mendominasi, TV dan radio masih efektif dalam mempromosikan budaya lokal,” sebutnya.
Namun, perbedaan regulasi antara media konvensional yang terikat aturan seperti P3SPS dan UU Penyiaran, dengan media baru yang belum diatur secara ketat, menimbulkan tantangan dalam menjaga kualitas dan nilai konten.
“Minimnya program budaya lokal di televisi yang disebabkan oleh rendahnya minat penonton sehingga mengakibatkan kurangnya dukungan iklan, untuk itu, perlu strategi baru untuk menghidupkan kembali konten-konten lokal yang bernilai,” kata dia.
Kemudian, turut hadir sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut, Komisioner KPI Pusat Amin Shabana, menejelaskan bahwa perkembangan teknologi, khususnya Artificial Intelligence (AI), telah membawa dampak signifikan terhadap industri penyiaran.
“Meskipun AI memberikan kemudahan dan inovasi, penggunaannya juga menimbulkan tantangan serius seperti pelanggaran privasi, etika, dan ancaman terhadap peran manusia di dunia penyiaran,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Amin Shabana menekankan pentingnya penyusunan regulasi yang relevan serta ajakan kepada industri penyiaran untuk tetap bijak dan bertanggung jawab dalam memanfaatkan AI, tanpa menghilangkan nilai edukasi, keberagaman, dan sentuhan manusia dalam setiap tayangan.
Menurut Yusrin Trinanda selaku Komisioner KPID Sumbar menjelaskan bahwa ekosistem penyiaran di Sumatera Barat perlu dibangun secara inklusif, inovatif, dan berkelanjutan demi mendukung pengembangan budaya, ekonomi, dan identitas lokal.
“Banyak potensi besar yang dimiliki oleh Sumbar, seperti sejarah lokal, budaya Minangkabau yang unik, seni tradisional, kuliner khas, dan destinasi wisata, masih belum diangkat secara maksimal oleh media lokal. Padahal, jika dikemas dengan baik, konten-konten tersebut dapat memberikan dampak positif terhadap UMKM, pariwisata, dan pengetahuan masyarakat luas,” ucapnya.
Oleh karena itu, lanjut Yusrin pihaknya mengajak para pelaku penyiaran, terutama di TV dan radio lokal, untuk lebih aktif dalam menggali dan mempromosikan potensi daerah melalui kolaborasi, pemanfaatan media digital.
“Maka dari itu sangat perlu dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah agar siaran lokal benar-benar menjadi sarana promosi yang efektif,” tegasnya.
Sementara itu, menurut Dasrul selaku Komisioner KPID Sumbar menjelaskan bahwa tantangan utama media lokal, khususnya di Sumatera Barat, bukan hanya soal persaingan dengan media sosial dan konten kreator, tetapi juga soal kurangnya adaptasi terhadap perkembangan teknologi dan kebutuhan pasar.
“Ini sangat penting adanya kolaborasi antara stakeholder, kreator lokal, dan pemerintah agar media lokal tetap relevan dan mampu menghadirkan konten yang berkualitas serta dekat dengan kebutuhan masyarakat,” tegasnya.
Kemudian menurut Eka Jumiati selaku Wakil Ketua KPID Sumbar menjelaskan, adanya perbedaan antara indeks kualitas dan indeks kepuasan dalam dunia penyiaran, khususnya di Sumatera Barat. Indeks kualitas merujuk pada ukuran yang diatur melalui regulasi seperti P3SPS.
Sementara itu, indeks kepuasan lebih mengarah pada aspek hiburan dan kesenangan audiens. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi lembaga penyiaran untuk memastikan bahwa program siaran tidak hanya menyenangkan, tetapi juga memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan.
Menurut Baldi Pramana selaku Komisioner KPID Sumbar mengatakan bahwa media lokal di Sumatera Barat menghadapi tantangan besar dalam era digitalisasi dan konvergensi media, namun juga memiliki peluang besar untuk berkembang jika mampu beradaptasi dengan teknologi kekinian.
“Penyiaran lokal seperti radio dan televisi perlu memanfaatkan platform digital dan media sosial untuk tetap relevan dan menjangkau masyarakat secara lebih luas,” kata dia.
“Kemudian, untuk kunci keberhasilan terletak pada bagaimana mengembangkan konten yang informatif, edukatif, dan menghibur, sehingga media lokal dapat bertahan dan mampu bersaing,” imbuhnya.
(*)
Komentar