Sakato.co.id – Sebanyak sepuluh dari tiga belas narapidana perkara kasus korupsi pengadaan lahan tol Padang-Sicincin telah dieksekusi oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat (Sumbar).
Eksekusi sepuluh narapidana setelah mendapatkan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) RI. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Kejati Sumbar Asnawi.
“Total narapidana yang sudah dieksekusi kejaksaan ada sepuluh orang, kami melakukan eksekusi secara bertahap, mereka sudah menjalani nasa hukuman masing-masing,” kata Asnawi melalui Kasi Penkum Kejati Sumbar Farouk Fahrozi, Senin (14/8/2023).
Sementara untuk tiga terpidana lainnya masih menunggu salinan putusan Mahkamah Agung RI.
“Tiga terpidana lagi masih menunggu salinan putusan turun dari Mahkamah Agung RI bagi mereka,” jelasnya.
Asisten Pidana Khusus Hadiman menjelaskan eksekusi terhadap sepuluh tersangka dilakukan dalam tiga tahap. Eksekusi awal dilakukan terhadap Jumadi dan Upik Suryati yang bekerja sebagai pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumbar pada 17 Juli.
Selanjutnya terpidana Ricki Novaldi yang berlatar belakang sebagai Ketua Satgas B dalam proyek pengadaan lahan tol.
“Terakhir tujuh terpidana dieksekusi tanggal 8 Agustus setelah kami layangkan surat panggilan kedua, mereka dijatuhkan hukuman selama enam tahun,” ungkapnya.
Ketujuh terpidana itu yakni Raymon Fernandes, Sadri Yuliansyah, Kaidir, Syamsul Bahri alias Latuih, Nazaruddin, Buyuang Kenek, dan Amir Hosen.
Sebelumnya seluruh terdakwa dinyatakan bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Padang. Namun karena putusan tersebut tidak diterima kejaksaan, pihaknya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI.
Mahkamah Agung RI kemudian menerima kasasi dari Jaksa dan memvonis seluruh terpidana bersalah dan menjatuhkan hukuman penjara yang bervariasi.
Sebagai informasi para terpidana terjerat dalam kasus korupsi proyek pembangunan tol Padang-Sicincin 2020. Mereka terlibat ketika negara menyiapkan uang sebagai ganti rugi bagi lahan yang terdampak pembangunan.
Salah satu lahan terdampak yakni taman Keanekaragaman Hayati (KEHATI) di Parik Malintang, Kabupaten Padang Pariaman, dimana uang ganti rugi diterima oleh orang per orang.
Namun saat diusut lahan tersebut berstatus aset daerah dan tercatat pada bidang aset Badan Pengelolaan Keuangan daerah Padangpariaman, sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp27,460 miliar.
Kerugian muncul karena uang ganti rugi lahan tol yang diberikan negara dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak sebagai penerima ganti rugi.