Sakato.co.id – Terpidana korupsi ganti rugi lahan tol, Padang-Pekan Baru, yang berlokasi di Taman Kehati, yang menjerat Upik Suryati menjalani sidang perdana Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kelas IA Padang.
Dalam sidang tersebut, tampak Upik Suryati, didampingi oleh Penasihat Hukum (PH) yaitu Dr. Suharizal, SH, MH, Setrianis, SH,MH, dan Kartika Ratna, SH, yang tergabung dalam kantor hukum LEGATITY.
Menurut PH, dikatakan, dalam sidang tersebut, menampilkan dua alasan. Pertama, adanya bukti baru. Dimana ada kekeliruan majelis hakim ditingkat kasasi ketika memutuskan perkara tersebut.
Bukti baru ini dikaitkan dengan SK, pemohon 1 Oktober 2020. Setelah pensiun barulah alas hak diterbitkan, ganti rugi dibayarkan.Artinya, peristiwa kerugian negara sudah terjadi menurut versi jaksa.
“Versi itu terjadi setelah, yang bersangkutan tidak lagi menjabat sebagai panitia pengadaan dan juga kabit pengadaan tanah,” katanya, ketika diwawancarai oleh awak media, Kamis (22/2/2024).
Dikatakannya, setelah perkara tersebut putus. 2022, 2023, terjadi rapat-rapat dan terkonfirmasi dengan gubernur, bupati dan rapat-rapat mendudukkan dimana letak Ibu Kota Kabupaten (IKK) Padang Pariaman.
IKK itu harus jelas, anehnya, berhimpitan dengan jalan tol.
“Menurut pandangan kami, kekeliruan majelis hakim tingkat kasasi, katanya do 2010 bukan pengadaan tanah. Pada hal 2010 ada pengadaan tanah, buktinya SK pengadaan tanah, ada pembayaran,” ujarnya.
Ditambahkannya, terkait regulasi pengadaan tanah, artinya pengadaan tanah telah terjadi.
“Kekeliruan titik 2010 berbeda dengan titik 2020,” sebutnya.
Sidang yang dipimpin oleh Dedi Kuswara didampingi oleh Emria Fitriani dan Tumpak Tinambunan masing-masing selaku hakim ad-hoc Tipikor. Akan melanjutkan sidang pekan depan.
Sebelumnya,Makamah Agung (MA) RI menjatuhkan hukuman selama lima tahun penjara, denda Rp200 juta, dan subsider enam bulan penjara, karena terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 ayat (1) huruf B, undang-undang RI nomor 31 tahun 1999, tentang tipikor sebagai mana diubah undang-undang RI, nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas undang-undang RI nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tipikor secara bersama- sama.
Pada berita sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Padang, memvonis bebas 13 terdakwa kasus korupsi ganti rugi lahan tol, Padang-Pekan Baru, yang berlokasi di Taman Kehati.
Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut para terdakwa dengan pasal 2 Ayat (1) jo pasal 18 undang undang Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor), sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan undang undang Nomor.20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Ppemberantasan tipikor jo pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Dimana para terdakwa dituntut bervariasi.
Untuk diketahui 13 terdakwa yang dijerat dalam perkara itu adalah Syamsuardi, Buyung Kenek, Yuniswan, Khaidir, Sabri Yuliansyah, Raymon, Husen, Syamsul Bahri, Nazaruddin, Syafrizal, Upik, Riki Nofaldo, dan Jumadil.
Mereka berasal dari berbagai latar belakang mulai dari warga penerima ganti rugi, aparatur pemerintahan daerah, aparatur pemerintahan nagari, serta pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Kasus itu berawal saat adanya proyek pembangun tol Padang-Sicincin pada 2020 dimana negara menyiapkan uang sebagai ganti rugi bagi lahan yang terdampak pembangunan.
Salah satu lahan yang terdampak adalah taman Keanekaragaman Hayati (KEHATI) di Parik Malintang, Kabupaten Padang Pariaman, dimana uang ganti rugi diterima oleh orang per orang.
Setelah diusut lebih lanjut oleh kejaksaan ternyata diketahui bahwa taman KEHATI statusnya masuk dalam aset daerah dan tercatat pada bidang aset Badan Pengelolaan Keuangan daerah Padangpariaman.
Lahan itu menurut Jaksa termasuk dalam objek ketika Kabupaten Padang Pariaman mengurus pemindahan Ibu Kota Kabupaten (IKK) ke Parik Malintang pada 2007.
Pengadaan tanah dalam kegiatan pemindahan IKK saat itu dilengkapi dengan surat pernyataan pelepasan hak dari para penggarap tanah serta dilakukan ganti rugi.
Lahan akhirnya dikuasai oleh Pemkab Padang Pariaman dengan membangun kantor Bupati (2010), Hutan Kota (2011), Ruang Terbuka Hijau (2012), Kantor Dinas Pau (2014), termasuk taman KEHATI (2014) berdasarkan SK Bupati seluas 10 hektare.
Pembangunan dan pemeliharaan taman KEHATI saat itu menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Lingkungan Hidup serta APBD Padang Pariaman.
Berdasarkan hitungan BPKP diketahui kalau kasus dugaan korupsi yang menjerat orang itu telah menimbulkan kerugian keuangan negara mencapai Rp27 miliar.
Kerugian muncul karena diduga uang pembayaran ganti rugi lahan tol yang telah digelontorkan oleh negara diklaim secara melawan hukum oleh orang yang tidak berhak sebagai penerima ganti rugi.
(*)