Sakato.co.id – Penyelenggaraan layanan kebencanaan di Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) pasca-bencana hidrometeorologi parah yang melanda 16 kabupaten/kota ternyata masih menyimpan banyak masalah serius. Ombudsman Republik Indonesia (RI) turun gunung dan menemukan tumpukan isu tata kelola, mulai dari data yang tidak sinkron hingga lambatnya pemulihan layanan dasar.
Temuan mengejutkan ini disampaikan Pimpinan Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, dalam konferensi pers di Padang pada Jumat (12/12/2025).
“Pengawasan lapangan kami bukan hanya pendataan statis, tetapi untuk memastikan bahwa negara hadir tanpa hambatan birokrasi. Temuan kami menunjukkan perlunya perbaikan tata kelola, akurasi data, dan percepatan tindakan di titik-titik kritis,” tegas Yeka.
Bencana hidrometeorologi yang menerjang Sumbar menyisakan catatan kelam. Data per 9 Desember 2025 menunjukkan kerugian yang masif:
Pada Indikator Dampak, jumlah korban meninggal 238 orang, korban hilang 93 orang jiwa, terdampak 256.000 jiwa, kerugian Ekonomi sekitar Rp2,55 triliun, Rumah terdampak 77.508 unit, Infrastruktur Rusak 192 ruas jalan, 44 jembatan.
Angka ini, menurut Yeka, menggambarkan besarnya dampak sosial, ekonomi, dan layanan publik yang menuntut respons terintegrasi dan cepat dari pemerintah.
Ombudsman melakukan pemeriksaan mendalam di tiga lokasi terdampak terparah: Jorong Lambe (Kabupaten Agam), Kapalo Koto dan Lambung Bukit (Kota Padang), serta Lembah Anai (Kabupaten Tanah Datar).
1. Kabupaten Agam: Akses Terputus dan Harga Melambung
Kabupaten Agam menjadi daerah dengan korban jiwa tertinggi (188 meninggal dan 72 hilang). Di Jorong Lambe, Ombudsman menemukan kondisi yang jauh lebih parah dari estimasi awal:
– Lumpuh Total: Akses darat putus total. Relawan harus berjalan kaki hampir 10 km pulang-pergi untuk mendistribusikan bantuan. Kendaraan bermotor tidak bisa masuk.
– Janji Palsu Genset: Bantuan genset yang dijanjikan PLN belum sampai, menyebabkan genset yang tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan listrik masyarakat.
– Pendidikan Terhenti: Sebanyak 91 siswa dari jenjang SD hingga SMA/SMK tidak dapat belajar karena telekomunikasi lumpuh.
– Eksploitasi: Harga LPG 3 kg melambung dari Rp20.000 menjadi Rp30.000 akibat terputusnya jalur logistik.
– Ancaman Relokasi: 25 rumah berada di zona merah dan direkomendasikan untuk direlokasi.
“Tingkat dampak dan hambatan layanan jauh lebih parah dari estimasi awal. Diperlukan koordinasi cepat dan satu komando operasional,” tegas Yeka.
2. Kota Padang: Ancaman Krisis Pangan di “Lumbung” Irigasi
Di kawasan Kapalo Koto dan Lambung Bukit, fokus masalah bergeser ke sektor pangan.
– Irigasi Kritis: Dua jaringan irigasi utama, Gunung Nago dan Koto Tuo, rusak berat.
– Ribuan Hektar Terancam: Dampaknya, 4.358 hektare sawah kesulitan air dan 3.156 hektare terancam gagal tanam.
– Percepatan Krusial: Meski Pemprov Sumbar telah mengajukan 4.265 unit Geobag untuk perlindungan darurat, keterlambatan pemulihan irigasi dinilai krusial dan dapat memengaruhi pasokan pangan.
3. Lembah Anai: Arterial Logistik Tercekik
Putusnya jalur arteri nasional Padang–Bukittinggi di Lembah Anai menimbulkan dampak sistemik di seluruh provinsi.
– Biaya dan Waktu Melejit: Biaya logistik meningkat drastis, dan waktu tempuh menjadi 3–4 kali lebih lama.
– Pasokan Terancam: Pasokan LPG 3 kg, pupuk subsidi, dan bahan pokok terancam terganggu.
– Kondisi Geoteknik Labil: Lima unit ekskavator yang bekerja belum mampu membuka jalur karena kondisi geoteknik yang sangat labil.
Dari pemantauan ini, Ombudsman mencatat beberapa isu tata kelola yang berulang, termasuk perbedaan data antar instansi, pemulihan layanan dasar yang lambat, dan tidak adanya skenario cadangan ketika akses utama putus.
Untuk memperkuat efektivitas penanganan, Ombudsman memberikan sejumlah rekomendasi kunci:
– Konsistensi Data: Data kebencanaan harus konsisten dan terverifikasi.
– Akses Prioritas: Percepatan pembukaan akses darat di titik kritis.
– Diversifikasi Logistik: Penataan distribusi logistik agar tidak bergantung pada jalur udara.
– Pemulihan Cepat: Percepatan pemulihan layanan dasar dalam target 7 hingga 14 hari.
– Fokus Pangan: Percepatan penanganan darurat irigasi Gunung Nago dan Koto Tuo.
– Dukungan Ekonomi: Pemulihan ekonomi melalui program padat karya dan modal mikro.
Ombudsman RI berkomitmen untuk terus mengawal implementasi rekomendasi ini melalui Kantor Perwakilan Sumbar.
“Bencana adalah ujian paling keras bagi fungsi negara. Publik berhak atas layanan kebencanaan yang cepat, transparan, dan akuntabel. Kami akan terus mengawal agar hak itu terpenuhi,” tutup Yeka.
(*)





Komentar