Harga Cabai Merah dan Emas Picu Inflasi Sumatera Barat pada Oktober 2025

Sakato.co.id – Laju inflasi di Provinsi Sumatera Barat kembali menunjukkan peningkatan yang signifikan pada Oktober 2025. Berdasarkan data Indeks Harga Konsumen (IHK), inflasi secara umum tercatat sebesar 0,40% (mtm), sebuah angka yang menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Provinsi Sumatera Barat, M. Abdul Majid Ikram, menuntut penguatan strategi pengendalian harga yang lebih ketat.

Ia ungkapkan, pemicu utama terjadi inflasi disebabkan harga cabai merah dan emas. Dua komoditas ini menjadi motor utama lonjakan inflasi bulan lalu.

“Kenaikan harga cabai merah dipengaruhi oleh terbatasnya produksi lokal serta kelangkaan pasokan dari luar provinsi,” jelas M. Abdul Majid Ikram, dalam keterangan persnya yang diterima, Selasa (4/11/2025).

Ia jelaskan, faktor ini diperkuat oleh data di kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yang mencatatkan inflasi 0,47% (mtm). Harga cabai merah melambung tinggi, mencapai kenaikan 21,76% (mtm). Kelangkaan ini disebabkan oleh musim kering yang melanda sentra produksi lokal maupun daerah pemasok utama seperti Sumatera Utara dan Aceh pada masa tanam sebelumnya.

Selain cabai, kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya mengalami inflasi signifikan sebesar 3,98% (mtm), didorong oleh peningkatan harga emas perhiasan sebesar 13,99% (mtm). Kenaikan harga emas ini sejalan dengan penguatan harga emas acuan global, yang dipicu oleh sentimen global seperti pemangkasan suku bunga The Fed dan instabilitas kondisi geopolitik.

Komoditas Pangan Lain dan Kontributor Tambahan

Inflasi juga disumbang oleh kenaikan harga ikan cakalang/ikan sisik akibat hasil tangkapan yang terbatas karena cuaca buruk, serta daging ayam ras yang terimbas kenaikan harga pakan ternak.

Meski demikian, laju inflasi yang lebih tinggi berhasil tertahan oleh kabar baik dari bawang merah. Komoditas ini mencatat penurunan harga signifikan sebesar 20,58% (mtm), berkat membaiknya produksi lokal dan stabilnya pasokan dari sentra nasional.

Sementara itu, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga turut menyumbang inflasi (andil 0,03%) akibat peningkatan biaya sewa rumah, seiring dengan dimulainya tahun akademik baru di perguruan tinggi swasta.

Inflasi Melonjak Melebihi Target

Secara geografis, hampir seluruh wilayah IHK di Sumatera Barat mengalami inflasi, dengan Kota Padang mencatatkan inflasi tertinggi sebesar 0,52% (mtm). Hanya Kabupaten Dharmasraya yang mencatatkan deflasi sebesar 0,20% (mtm).

Yang menjadi sorotan adalah realisasi kumulatif inflasi Provinsi Sumatera Barat hingga Oktober 2025 yang mencapai 3,87% (ytd). Angka ini telah melampaui batas atas sasaran inflasi nasional 2,5±1%.

TPID Diminta Perkuat Strategi Stabilisasi Harga

Menyikapi kondisi ini, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumatera Barat didesak untuk segera memperkuat strategi stabilisasi harga pangan.

“Sinergi berbagai pihak harus terus diperkuat. Kami optimis program pengendalian inflasi pangan akan berjalan efektif dan inflasi Sumatera Barat dapat kembali terkendali dalam rentang 2,5±1% (yoy) pada keseluruhan tahun 2025,” tegas M. Abdul Majid Ikram.

Beberapa langkah strategis yang perlu diintensifkan oleh TPID antara lain:

Penguatan Kerjasama Antar Daerah (KAD): Untuk memastikan kecukupan pasokan, terutama komoditas pemicu inflasi seperti cabai merah.

Intensifikasi Gerakan Pangan Murah (GPM): Dengan menargetkan lokasi dan komoditas yang tepat.

Komunikasi Publik Efektif: Menyebarkan informasi jadwal pasar murah/GPM secara masif melalui berbagai platform.

Koordinasi Intensif: Memperkuat rapat koordinasi TPID di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

(*)

Komentar