Sakato.co.id – Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) berhasil mengembangkan ikan nila (Oreochromis niloticus) umumnya hidup di air tawar, tetapi bisa juga hidup di air payau dan bahkan di laut. Hal ini terlihat dari usaha Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumbar mempromosikan 200 kg ikan nila salin tersebut kepada warga yang berada di sekitar Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumbar, Selasa (11/2/2025).
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumbar Dr.Ir. Reti Wafda, M.Tp menjelaskan, dengan membagi – bagikan ikan Nila Salin kepada masyarakat sebagai bentuk dukungan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumbar dalam upaya mendukung program swasembada pangan yang menjadi bagian dari 17 program prioritas pemerintah Prabowo-Gibran.
“Selain mendukung program pemerintah pusat dalam hal swasembada pangan, kami juga memperkenalkan dan mempromosikan ikan Nila Salin kepada masyarakat,” ucapnya.
Reti Wafda menambahkan, Ikan Nila dapat dibudidayakan di air payau karena mempunyai sifat euryhaline, yaitu mempunyai toleransi yang tinggi terhadap salinitas perairan dengan kisaran yang lebar.
“Ikan nila mampu bertahan hidup dalam kondisi salinitas udara mencapai 35 ppt (parts per Thousand). Selain itu, Ikan Nila Salin juga memiliki angka pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan varietas ikan Nila lainnya. Biasanya, Ikan Nila butuh waktu 4-5 bulan untuk mencapai ukuran panen, sedangkan Ikan Nila Salin dapat dipanen dalam waktu 3 bulan,” tambahnya.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Perikanan Budidaya Air Laut dan Payau (UPTD BPBALP) Teluk Buo Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar Lastri Mulyanti, S.Pi, M.Si menambahkan, ada perbedaan ikan nila yang di kembangkan di air tawar dengan yang di kembangkan di air payau.
“Ikan nila salin memiliki tekstur dagingnya lebih padat dan manis di bandingkan ikan nila air tawar. Selain itu, ikan nila salin memiliki warna yang lebih cerah serta pergerakan yang lebih aktif dari ikan nila air tawar,” jelasnya.
Lastri Mulyanti menambahkan, secara ekonomis, harga ikan nila salin di pasar dihargai lebih tinggi dari nila air tawar sehingga menambahkan keuntungan dan peluang lebih jauh secara ekonomi.
“Ikan nila salin mempunyai peluang ekonomi yang lebih besar di masa yang akan datang. Apalagi, biaya untuk memulai budidayanya yang tergolong murah dan memungkinkan masyarakat untuk memulai usahanya sendiri dan meningkatkan taraf hidup masyarakat yang lebih baik,” jabarnya.
Lastri Mulyanti menambahkan juga, ikan yang diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1969 ini, dapat dibudidayakan di air payau karena mempunyai sifat euryhaline, yaitu mempunyai toleransi yang tinggi terhadap salinitas perairan dengan kisaran yang lebar.
“Ikan nila mampu bertahan hidup dalam kondisi salinitas air mencapai 35 ppt (parts per thousand). Oleh karena itu melalui proses adaptasi ikan nila dapat hidup di air payau dan air asin,” pungkasnya.
(*)