Sakato.co.id – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Dr. Suharyanto, S.Sos., M.M., melanjutkan kegiatan di wilayah Provinsi Sumatera Barat dengan menjadi pembicara pada Kuliah Umum tentang Penanggulangan Bencana yang dihelat di Kampus Universitas Andalas, Kota Padang, Sumatra Barat pada Rabu (7/5/2025) kemarin.
Kesempatan ini dijadikan momentum oleh Kepala BNPB untuk mengingatkan kearifan lokal yang dimiliki oleh Sumatra Barat dari masa lampau, untuk dapat menjadi sebuah kekuatan mitigasi bagi masyarakat untuk tangguh menghadapi bencana.
“Nenek moyang kita itu mereka sudah tahu, sudah berusaha memberikan kearifan lokal, ini terbukti tahun 2022 terjadi gempabumi di Pasaman dan Pasaman Barat. Rumah-rumah modern yang dibangun pakai batu bata roboh dan hancur. Tapi rumah gadang, justru selamat rumahnya tidak apa-apa,” kata Suharyanto.
“Artinya orang tua kita dulu lebih prepare, lebih paham. Karena dibuat sedemikian rupa sampai tiangnya di atas batu, kalau digoyang gempa tidak roboh, berbeda dengan dimasukan langsung ke dalam tanah,” tambahnya.
Tidak hanya memiliki konstruksi yang tahan gempa, rumah gadang tidak dibangun di dekat pantai sebagai salah satu mitigasi tsunami.
“Rumah gadang tidak dibangun di tepi pantai, karena sudah tahu ada kemungkinan tsunami,” ucap Suharyanto.
Selain rumah gadang, terdapat pula rumah adat Nias yang juga memiliki fungsi sebagai rumah tahan gempa karena struktur bangunan yang dibuat ada penyangga di antara tiang.
“Gempa Nias 2005 ada kearifan lokal, rumah-rumah di Nias ada penyangga struktur, rumah ini tidak rusak. Rumah adat Nias dengan penyangga ini sebagai bangunan tahan gempa,” tuturnya.
Kepala BNPB juga menceritakan rumah adat di wilayah lain yang memiliki kearifan lokal sebagai bentuk kesiapan menghadapi bencana, yaitu rumah panggung.
“Pembelajaran lainya rumah panggung ada maksudnya, ketika ada banjir mereka selamat. Di Kalimantan setiap tahun mereka banjir, tapi mereka tidak mengungsi karena rumah mereka sudah rumah panggung semua,” kata Suharyanto.
Sehingga dirinya berharap para mahasiswa ataupun akademisi untuk kembali mencari budaya ataupun kearifan lokal di wilayahnya masing-masing yang bisa saja menambah kemampuan masyarakat dan meminimalisir dampak bencana.
“ini penting untuk menggali kearifan lokal,” imbuhnya.
(*)









Komentar