Sakato.co.id – Wali murid siswa SD Negeri 31 Padang yang terletak Jalan Mandahiling, Komplek PJKA resah akibat ada dugaan pungutan liar (pungli) di sekolah tersebut.
Salah seorang orang tua murid, Mama (nama samaran) mengatakan, semakin banyak pungli-pungli yang tidak jelas selama ini, karena selama ini tidak ada iuran-iuran selain dari Lembar Kerja Siswa (LKS).
“Sekarang ini setiap kegiatan di sekolah harus mengeluarkan uang. Seperti lomba menghias kelas diminta Rp25 ribu per acara,” katanya, Minggu (6/1/2025).
Disebutkannya juga, anak-anak di suruh menabung dan membayar uang kas.
“Tidak tahu uang kas itu untuk apa, tidak ada transparansinya,” imbuhnya.
Ia menjelaskan bahwa, di sekolah tersebut iurannya tidak hanya diminta ke orang tua murid, tetapi juga kesiswaan.
“Jika tidak membayar, dikeluarkan dari grub paguyuban,”imbuhnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Amak (nama samaran) orang tua siswa yang lainnya, yang juga tidak mau disebutkan namanya menuturkan, terdapat uang jalan-jalan, apakah sudah ada izin atau belum tidak tahu.
“Lalu pergi tidak pergi membayar. Bayaran itu harus dibayar Rp300 ribu untuk saat ini,”imbuhnya.
Wali murid lainnya One (nama samaran) mengaku, sering ditelpon oleh bendahara sekolah agar terus membayar.
“Saya terus ditelpon sampai saya sakit. Suami saya sudah lama meninggal, anak kelas 6. Selain menjadi ibu rumah tangga, saya juga menitipkan makanan kewarung untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,”ujar.
Dia berharap agar tidak ada biaya tambahan di sekolah.
Saat dikonfirmasi kepada pihak sekolah SD 31, Kepala Sekolah Ratna Yuriani, yang didampingi ketua paguyuban 4 A, Doni Eriadi, mengaku tidak tahu perihal tersebut.
“Saya tidak tahu adanya pungli tersebut, saya tahunya kelas itu bersih, rapi, dan nyaman,”tegasnya.
Ditambahkannya, adapun dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), digunakan untuk sekolah.
Selain itu, tidak ada intervensi pihak sekolah mengumumkan akan mengadakan lomba tata kelola kelas.
“Itu pandainya guru dengan wali murid. Guru pun tidak boleh intervensi disitu. Kalau pun ada konflik itu, konflik pribadi,”ucapnya.
Dipaparkannya, sebelumnya sekolah tersebut terdiri dari empat
sekolah. Sejak Juli 2023 sekolah digabung kan menjadi satu. Tak hanya itu, pihak sekolah pun juga memperhatikan anak-anak yang ekonominya kurang mampu di sekolah diperhatikan.
Disisi lain, Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang, Yopi Krislova, saat ditemui awak media mengatakan, harus ada bukti-,bukti terlebih dahulu dan tidak bisa berasumsi.
“Kalau terbukti tentu ada sansi, baik itu berupa teguran, sansi ringan, ataupun sansi berat. Namun demikian kami akan mengklarifikasi terlebih dahulu,” ujarnya.
Pengamat Pendidikan Prof. Dr. Indang Dewata juga memberikan pendapat dan pandangannya. Ia menuturkan, bahwa wali murid terlebih dahulu harus membedakan antara pungutan dan sumbangan.
“Pungutan itu jelas dipatok, dan diwajibkan. Sementara sumbangan bersifat tidak mengikat, tidak memaksa, dan sukarela. Nah jika yang dilakukan di sekolah tersebut adalah berupa pungutan, maka itu jelas dilarang dan melanggar aturan,” sebut Indang.
Indang menambahkan, jika dalam sumbangan dilakukan oleh wali murid yang berkeinginan dan sukarela, tidak ada permaslahan. Tinggal lagi transparansi dan pertanggung jawabannya.
Sementara itu, ketika dimintai tanggapan terhadap hal tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Padang, Aliansyah, menegaskan, kalau ada indikasi terjadinya pungli, harap melapor ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang. Tentunya dengan bukti-bukti yang lengkap.
“Kalau ada yang merasa dirugikan bisa memberikan laporan yang lengkap, sehingga penanganan hukum tidak gaduh,”tegasnya.
Disis lainnya, praktisi hukum yaitu
Daniel Jusari, S.H, M.H, menuturkan
pungutan di sekolah harusnya mengacu kepada Permendikbud nomor 44 tahun 2012. Dipermen tersbut diatur, bentuk-bentuk pungutan yang dapat dilakukan oleh sekolah, terutama dalam ketentuan pasal 8.
“Pungutan harus didasarkan pada peremcanaan investasi atau operasi yang jelas yang dituangkan dalam rencana strategis dan mengacu kepasa SNI, harus dimusyawarahkan melalui rapat komite sekolah, kalau pungutan berupa dana harus disimpan dalam rekening atas nama sekolah bukan atas nama pribadi,”katanya.
Dijelaskannya juga, ketentuan pasal 11 permendikbud tersebut juga menegaskan bahwa, kriteria pungutan yang dilarang, yakni dilakukan kepada peserta didik yang orang tua atau walinya tidak mampu, dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, digunakan untuk kesejahteraan anggota komite sekolah.
Disamping itu, pengelolaan pungutan di sekolah juga harus dilaksanakan secara transparan, sehingga orang tua atau wali murid dapat mengakses dan mengetahui semua informasi tentang peruntukan dan pengelolaan pungutan tersebut, jika terdapat indikasi adanya pungutan liar disekolah, segera laporkan kepada instansi yang berwenang seperti ombudsman, dinas pendidikan bahkan kalau perlu bersurat kepada menteri pendidikan.
(*)