Sakato.co.id – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) bersama dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Solok Selatan (Sosel), menuntut terdakwa Yance Bastian, selaku PPK yang diduga melakukan korupsi pada proyek 2018-2019 pembangunan masjid agung yang mangkrak di Kabupaten Solok Selatan.
“Menuntut terdakwa dengan hukuman pidana selama delapan tahun penjara, denda Rp500 juta, subsider tiga bulan penjara,” kata JPU Rahmat cs, saat membacakan tuntutannya, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kelas IA Padang, beberapa hari lalu.
Tak cukup sampai disana, terdakwa pun, juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp9.810.568.231.00, subsider 4 tahun dan 3 bulan.
JPU menilai, terdakwa bersalah melanggar pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 ayat ayat 1, huruf b undang-undang nomor 31 tahun 1999, tentang tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan undang-undang tahun 2001, tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999, tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke 2 KUHP Jo pasal 64 ayat 1 ke KUHP.
“Perbuatan terdakwa bertentangan dengan upaya pemberantasan korupsi oleh pemerintah. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya,” sebutnya.
Terdakwa yang didampingi Penasihat Hukum (PH) yaitu Putri Deyesi riski, akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi).
PH terdakwa, mengatakan, hal ini di luar kewajaran, karena tidak sesuai dengan fakta persidangan.
Menurutnya, saksi yang diperiksa dalam persidangan tersebut yaitu kelompok kerja (Pokja).
“Dimana kelompok Pokja, mengakui, bahwa dia yang memenangkan proyek tersebut dan dia juga yang terima uang tersebut sebelum pemenangan,” katanya, Sabtu (9/3/2024).
Disebutkannya, tim pembebasan lahan itu, ketua sekretaris daerah (sekda).
“Dalam persidangan tersebut, sekda tidak pernah dihadirkan dan PPK tidak ada dalam tim pembebasan lahan,” tegasnya.
Lebih lanjut disampaikan, PPK memutus kontrak, karena sudah devesi maksimal 1. Selain itu, memutus kontrak juga berkonsultasi ke Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Hal itu atas saran Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D).
“Trus, klien saya dikejar lagi masalah perjanjian. Perjanjian itu bukan PPK, tapi antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Solsel dengan mitra Kerinci.”
“Mitra Kerinci sendiri belum bisa mengalih namakan lahan atas nama mitra kerinci, sekarang klien saya dituntut tinggi,” imbuhnya.
Dijelaskannya, uang mengalir ke kontraktor.
“Disini tunggal dan ini tidak fear. Pasal yang digunakan, yaitu pasal 2, memperkaya diri sendiri dan orang lain sedangkan terdakwanya satu,” tandasnya.
Dia memaparkan, proyek ini tidak mangkrak, total keseluruhan Rp186 miliar dalam perencanaan.
“Tahap I yaitu Rp55 miliar, baru dikerjakan diposisi 2066 persen, dengan anggaran sembilan miliar sekian. Lalu diputus, kontraktirnya tidak mampu,” jelasnya.
Dipaparkannya, hakim pun bertanya, kalau pembangunan dilanjutkan maka jauh lebih besar kerugian negara. Sehingga kontrak diputus dan sudah berkonsultasi dengan LKPP.
Lebih lanjut dijelaskan, bahwa terdapat keterangan saksi di persidangan, yang mengatakan bahwa, proyek tersebut tidak proyek dari bupati yang sekarang, melainkan proyek bupati lama yaitu Muzni Zakaria.
“Tuntutan ini mengada-ada,saya akan melampirkan bukti-bukti dalam saya nanti, saya akan berjuang dipledoi,” tutupnya.
(*)