Strategi Manajemen Reputasi untuk Bea Cukai di Era Krisis

Penulis : Ernita Gusti, Mahasiswi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Andalas

 

Sakato.co.id – Kepala bea dan cukai Makasar, Andhi Pramono ditetapkan jadi tersangka korupsi oleh KPK dan dijatuhi hukuman 10 tahun penjara serta denda 1 milliar rupiah. Karena terbukti menerima gratifikasi senilai 58,9 milliar rupiah.

banner 1080x788

Awal mula kejadian ini terbongkar ke ranah publik adalah karena anaknya memamerkan kekayaan lewat baju dan aksesoris yang digunakannya. Lewat unggahannya yang menggunakan pakaian branded kemudian banyak disorot oleh netizen, bahkan ada yang menghitung outfitnya seharga 25 juta lebih.

Hal tersebutpun memunculkan beragam spekulasi dan membuat citra bea cukai menjadi buruk di mata masyarakat. Ditambah saat berjalanya pemeriksaan kasus ini, Andhi menyebutkan bahwa anaknya tidak pernah memamerkan harga outfitnya. Anaknya memposting ke Instagram karena memang dia selebgram dan bantahan lainnya. Namun baru-baru ini sudah terbukti semua tuduhan tersebut.

Berawal dari hal tersebut, munculah beragam opini public yang dibuat oleh opinion leader tentang pejabat bea cukai yang selalu melakukan pencucian uang dan korupsi setiap dana. Sebagian warganet sangat miris melihat uang rakyat yang dihambur-hamburkan untuk memenuhi gaya hidup sosialita para anak pejabat.

Krisis pun dimulai, ditambah juga baru-baru ini terdapat penahanan alat belajar SLB yang dihibahkan oleh Korea Selatan untuk salah satu SMA yang ada di Indonesia menjadi ramai perbincangan warganet. Membuat trust issue menjadi semakin berkembang pesat.

Akibatnya kementrian ekonomi ibu Sri Mulyani juga turun tangan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Namun tetap saja, reputasi yang sudah terlampau hancur di mata masyarakat tidak dapat dipungkiri.

Reputasi Bea Cukai di Indonesia sering kali mengalami sorotan negatif akibat berbagai kasus yang melibatkan kesalahan komunikasi dan praktik korupsi. Tidak hanya Andhi Pramono, banyak pejabat Bea Cukai yang terlibat dalam kasus penerimaan suap atau gratifikasi dari pengusaha untuk meloloskan barang-barang tanpa pemeriksaan yang ketat atau untuk mengurangi besaran pajak yang harus dibayar.

Kasus-kasus ini sering kali mencuat ke publik melalui media massa, menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap integritas lembaga ini. Beberapa pejabat Bea Cukai ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan, menambah bukti adanya korupsi sistemik di dalam lembaga tersebut.

Prosedur yang tidak transparan sering kali menimbulkan kecurigaan dan ketidakpuasan di kalangan masyarakat dan pelaku usaha. Informasi yang tidak jelas atau sulit diakses mengenai peraturan dan ketentuan bea cukai memperburuk situasi.

Ketika terjadi masalah atau keluhan dari masyarakat atau pelaku usaha, respon dari humas Bea Cukai sering kali lambat dan tidak konsisten. Hal ini menyebabkan frustrasi dan persepsi negatif terhadap efisiensi dan keprofesionalan lembaga tersebut.

Banyak pengguna jasa yang mengeluhkan biaya tambahan yang tidak resmi dan proses yang memakan waktu lama untuk pengurusan barang. Pengalaman ini menciptakan kesan bahwa Bea Cukai adalah lembaga yang tidak efisien dan sarat dengan praktik pungli.

Kurangnya etika pelayanan publik dan profesionalisme dari petugas Bea Cukai dalam menangani urusan dan keluhan masyarakat turut menyumbang pada buruknya reputasi mereka.

Media memiliki peran besar dalam membentuk opini publik. Pemberitaan yang intens mengenai berbagai skandal dan kasus korupsi di Bea Cukai memperkuat persepsi negatif di masyarakat.

Dengan kemajuan teknologi dan media sosial, kasus-kasus negatif dapat dengan cepat menyebar luas, meningkatkan kesadaran publik akan masalah yang ada dan memperburuk citra Bea Cukai.

Untuk memulihkan reputasi, humas Bea Cukai perlu melakukan reformasi menyeluruh, termasuk meningkatkan transparansi, memperbaiki komunikasi, dan memastikan penegakan hukum yang ketat terhadap praktik korupsi. Upaya ini harus didukung oleh komitmen yang kuat dari semua pihak di dalam lembaga tersebut serta pengawasan eksternal yang efektif.

Untuk memperbaiki reputasi yang buruk di mata masyarakat, humas Bea Cukai dapat melakukan beberapa cara, yaitu secara rutin mengunggah laporan kinerja dan pencapaian ke situs web resmi dan media sosial untuk menunjukkan keterbukaan, melakukan audit kinerja oleh pihak independen dan mempublikasikan hasilnya, meningkatkan kualitas pelayanan melalui pelatihan berkelanjutan bagi petugas Bea Cukai, memperluas dan memperbaiki layanan online untuk memudahkan proses bea cukai, mengadakan sosialisasi dan edukasi terkait kebijakan bea cukai yang baru melalui seminar, webinar, dan media massa, menyediakan layanan pengaduan dan pertanyaan dengan respons yang cepat dan solutif, mengeluarkan press release secara berkala untuk menginformasikan perkembangan dan keberhasilan Bea Cukai.

Bea Cukai dapat mengadakan kunjungan dan pertemuan dengan media untuk menjalin hubungan baik dan memberikan informasi yang lebih mendalam, meluncurkan kampanye yang menekankan komitmen Bea Cukai terhadap anti-korupsi.

Kemudian Bea Cukai juga bisa melakukan tindakan tegas terhadap pelanggaran, mengadakan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar, membuat konten yang edukatif mengenai prosedur bea cukai, tips, dan kisah sukses pelayanan bea cukai, berinteraksi aktif dengan masyarakat melalui platform media sosial.

Hal tersebut dapat menjawab pertanyaan dan menanggapi keluhan, secara terbuka mempublikasikan penanganan kasus-kasus besar, terutama yang melibatkan pelanggaran oleh internal Bea Cukai, memberikan sanksi tegas kepada oknum yang melakukan pelanggaran dan mengumumkannya kepada publik, melakukan survei kepuasan masyarakat secara berkala untuk mengetahui kelemahan dan area yang perlu diperbaiki, menindaklanjuti hasil survei dengan tindakan nyata dan melaporkan perbaikan yang telah dilakukan kepada publik.

Dengan langkah-langkah tersebut, humas Bea Cukai dapat membangun kembali kepercayaan masyarakat melalui transparansi, pelayanan yang lebih baik, komunikasi yang efektif, dan pendekatan proaktif dalam menangani masalah dan keluhan.

Referensi:

Effendy, Onong Uchjana, 1992, Hubungan Masyarakat Suatu Studi Komunikologis, Bandung: Remaja Rosdakarya

Alyusi, S. D. (2016). Media Sosial: Interaksi, Identifikasi, dan Modal Sosial. Jakarta: Kencana.

Ardianto, E. (2009). Komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *