Sakato.co.id – Sidang lanjutan dugaan korupsi penyalahgunaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) periode 2022–2023, dengan terdakwa Dhany Syahrial dan Uci Afriani (berkas terpisah), kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kelas IA Padang.
Menurut PH terdakwa Dhany Syahrial, yaitu Ricky Hadiputra, Wahyudi Andriko, Ryan Septya Putra, Ilham Fajri, dari kantor hukum Farancis Law Office, dalam eksepsinya membantah semua dakwaan penuntut umum.
“Perkara ini bukanlah ranah pidana, namun masuk keperdata, karena ada perjanjian di bank milik negara dengan nasabah-nasabah,” katanya, saat membacakan eksepsinya setebal 21 halaman, Kamis (26/6/2025).
Dikatakannya, terdakwa telah berkerja sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan.
“Jadi terdakwa ini bukanlah pemutus kredit,” katanya.
Dijelaskannya, berdasarkan undang-undang RI nomor 1 tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas undang-undang nomor 19 tahun 2003, tentang BUMN pasal 4 B, yang berbunyi keuntungan atau kerugian yang dialami BUMN merupakan keuntungan atau kerugian BUMN.
Menurut penjelasan pada undang-undang RI nomor 1 tahun 2025 pasal 4 B tersebut berbunyi, modal dan kekayaan BUMN merupakan milik BUMN dan setiap keuntungan atau kerugian yang dialami oleh BUMN bukan merupakan keuntungan atau kerugian negara.
Dijelaskan, dakwaan yang ditujukan kepada Dhany Kurnia merupakan kekeliruan atau error in persona.
Mereka juga menyatakan bahwa, dalam surat dakwaan tidak ditemukan fakta-fakta konkret yang menunjukkan tindakan memperkaya diri atau orang lain secara melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang tindak pidana korupsi (Tipikor).
Lebih lanjut, eksepsi juga mengutip undang-undang nomor 1 tahun 2025 tentang perubahan atas undang-undang BUMN yang menegaskan bahwa, keuntungan dan kerugian BUMN tidak termasuk dalam keuangan negara. Berdasarkan itu, kerugian yang mungkin timbul dalam kegiatan usaha, tidak dapat serta merta dikategorikan sebagai kerugian negara.
Tim kuasa hukum juga mengkritik bentuk surat dakwaan yang menggunakan dakwaan subsidaritas, padahal menurut mereka, jenis tindak pidana yang didakwakan seharusnya dituangkan dalam bentuk dakwaan tunggal karena menyangkut satu perbuatan hukum.
Atas berbagai pertimbangan tersebut, kuasa hukum meminta majelis hakim untuk menerima eksepsi dan menyatakan surat dakwaan tidak dapat diterima atau setidaknya batal demi hukum.
“Memohon agar terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan dan dibebankan biaya perkara kepada negara,” ujarnya.
Terhadap eksepsi PH terdakwa. Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang, menanggapi hal tersebut secara tertulis.
Sidang yang dipimpin oleh majelis hakim Fatchu Rohman dengan didampingi Hendri Joni dan Tumpak Tinambunan masing-masing sebagai hakim anggota, menunda sidang pada Jumat (4/7/2025).
Sebelumnya, Kejari Padang menetapkan terdakwa sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi program KUR setelah ditemukan cukup bukti dalam proses penyidikan. Penetapan tersebut diumumkan langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Padang, Aliansyah, dalam konferensi pers pada 17 April 2025.
Diduga memalsukan dokumen pengajuan kredit,menyalahgunakan wewenang sebagai pegawai bank, dan menyebabkan kerugian keuangan negara dalam program yang sejatinya diperuntukkan bagi pelaku UMKM tersebut.
Ia dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3, jo Pasal 8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut integritas penyaluran bantuan kredit bagi masyarakat kecil serta kemungkinan adanya pihak lain yang turut bertanggung jawab.
(*)
Komentar