Sakato.co.id – Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Barat mengambil langkah progresif dalam upaya pencegahan paham radikalisme dan intoleransi di lingkungan pendidikan tinggi. Hari ini, Jumat (26/9/2025), Polda Sumbar menggelar sosialisasi intensif bagi 60 mahasiswa-mahasiswi Sekolah Tinggi Agama Islam dan Pengembangan Ilmu Alquran (STAI-PIQ) Sumbar di Padang.
Yang membuat sosialisasi ini berbeda dan menarik perhatian adalah hadirnya seorang narasumber spesial: mantan warga yang pernah terpapar paham radikalisme. Kehadiran sosok ini diharapkan dapat memberikan perspektif yang autentik dan mendalam.
Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Susmelawati Rosya, menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan strategi proaktif kepolisian.
“Kita menggelar kegiatan ini untuk bisa mencegah ataupun memproteksi paham radikal maupun intoleran di Sumbar,” ujar Kombes Susmelawati.
“Kami sengaja menghadirkan narasumber yang merupakan mantan dari paham radikal tersebut, agar mahasiswa mendapatkan pencerahan langsung dari pengalaman nyata,” imbuhnya.
Langkah Polda ini disambut baik oleh pihak kampus. Wilrahmi Izati, Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswan dan Kerjasama STAI-PIQ Sumbar, menekankan pentingnya pengetahuan ini bagi mahasiswanya.
“Kami sangat menyambut baik, karena ini sangat bermanfaat agar mahasiswa-mahasiswi kami terhindar dari paham radikalisme,” kata Wilrahmi.
Ia berharap, 60 mahasiswa yang hadir hari ini akan menjadi agen penyebar informasi, meneruskan materi yang didapat kepada rekan-rekan mereka yang lain agar seluruh kampus terproteksi.
STAI-PIQ Sumbar menunjukkan komitmen penuhnya. Wilrahmi menyebutkan bahwa ini adalah tahun kedua mereka bekerjasama dengan Polda Sumbar dalam upaya pencegahan ini. “Bentuk komitmen kami adalah keterbukaan (welcome) terhadap kegiatan silaturahmi, pelatihan, dan kegiatan edukatif seperti ini, melibatkan seluruh mahasiswa dan dosen,” tegasnya.
Sementara itu, Defrizal, mantan yang terpapar radikal, memberikan kesaksian yang menggugah. Ia meminta para mahasiswa untuk tidak terlibat dalam gerakan ekstremisme, dengan kembali kepada ajaran Alquran dan Sunnah yang shahih (benar).
“Rata-rata orang terjun ke radikal karena tidak puas dengan hukum negara. Padahal, alhamdulillah, semua sudah berjalan semestinya di negara ini. Jangan sampai rumah yang sudah kita bangun (negara) ini dirobohkan,” tegasnya,
Di akhir paparannya, Defrizal mengeluarkan peringatan serius tentang potensi radikalisme di Sumatera Barat.
“Karakter warga Sumbar ini, apabila tidak cocok dengan pemahamannya, dia pasti akan melawan. Potensi paham radikalisme itu ada di Sumbar. Salah satunya saya, saya tergaet gara-gara itu dulu,” ungkapnya.
Dengan logika dan karakter orang Minang yang kuat, menurutnya, potensi itu sangat besar. Oleh karena itu, ia berpesan kepada mahasiswa untuk mempelajari agama dengan benar, merujuk kepada sumber-sumber yang shahih, dan mengikuti ulama rabani (berilmu dan berakhlak) yang membimbing ke jalan lurus. Kesaksian Defrizal menjadi pengingat bahwa ancaman radikalisme adalah bahaya nyata yang dapat menyasar siapa saja, bahkan di Ranah Minang yang menjunjung tinggi adat bersandi syarak.
(*)
Komentar