Sakato.co.id – Pertumbuhan Ekonomi di Sumbar pada triwulan kedua tahun 2023 ini tumbuh 5,14 persen dari triwulan sebelumnya.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat, Endang Kurnia Saputra dalam keterangan persnya bersama awak media di Padang, Rabu (16/8/2023).
“Sumbar bagus, kalau kita lihat 5,14 persen angka pertumbuhan sementara inflasinya rendah di 2,2 persen. Sementara provinsi yang lain berkisar 2,8 hingga 3 persen inflasinya. Kita terima kasih kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota,” ungkapnya.
Menurut Endang, pada dasarnya karekteristik ekonomi Sumbar itu inflasinya rendah, bukan inflasi tinggi.
“Ada beberapa faktor yang mempengaruhi inflasi Sumbar rendah saat ini. Diantaranya, ada penurunan komoditas utama cabai merah yang saat ini mulai normal,” sebutnya.
“Kita ucapkan terimakasih kerjasama antar daerah Sumbar dengan Jawa Tengah dan Jawa Barat. Kita juga ada gerakan tanam yang cukup menghasilkan di Sumbar,” imbuhnya.
Endang menambahkan, juga untuk angkutan udara yang melandai turun bertahap sehingga inflasi bisa sampai saat ini.
“Jadi dari sisi angkutan udara turun, kemudian cabai merah juga turun. Sekarang yang diwaspadai harga beras, karena di Jakarta sudah naik 3,14 persen. Untungnya kita adalah lumbung pangan, mudah-mudahan tidak ada pangan yang keluar Sumbar dalam jumlah yang cukup banyak,” bebernya.
“Silakan berdagang ke Kepulauan Riau dan Riau, Bengkulu atau Jambi tetapi kita upayakan juga beras terjaga di Sumbar,” imbuhnya.
Endang Kurnia melanjutkan, kelangkaan gas LPG yang terjadi di Sumbar juga mempengaruhi inflasi selama tiga minggu. Kendati demikian, ia masih melihat angka inflasi bulan ini pada September yang dikeluarkan pada bulan Oktober mendatang.
“Tetapi, Bank Indonesia dalam survei yang dilakukan sendiri gas LPG di Sumbar relatif terjaga,” kata dia.
Dari sisi lapangan usaha, lanjutnya , pertama pekerjaan konstruksi harus banyak sehingga menyerap tenaga kerja, kalau konstruksinya besar orang akan berbelanja.
Di sektor pertanian, yang selama ini mampu menyerap 76 persen lapangan kerja, namun saat ini cenderung turun bertahap.
“Solusinya Pemprov Sumbar harus punya target untuk meningkatkan produktivitas, sawah baru perlu dicetak. Dorongan dari Bank Indonesia membina petani-petani di 19 kabupaten kota dengan bekerja sama dengan Dinas Pertanian. Petani digarap oleh petani milenial, karena saat ini banyak digarap oleh usia 45 tahun ke atas,” ujarnya.
“Mungkin salah satunya menjadi penyebab turunnya pangsa pertanian di Sumbar,” sambungnya.
Endang melihat sektor pertanian turun namun sektor perdagangan naik. Banyak petani-petani beralih profesi kemungkinan itu penyebabnya.
Selama setahun ini bergeser dari pertanian dan perindustrian ke perdagangan.
“Penurunannya kecil tetapi gradual 1,2 persen dan terus menerus,” ujarnya.
Kalau terus-terusan sektor pertanian seperti ini, lanjutnya, tentunya tidak merajai lagi, sementara penyerapan tenaga kerja sektor pertanian besar sekali.
“Kendati ada juga daerah yang cukup berhasil seperti Solok dan Tanah Datar, namun ada daerah beberapa yang belum jalan,” pungkasnya.
(*)