Sakato.co.id – Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mendorong proses penilaian dan pemeriksaan tes kesehatan pasangan capres-cawapres dalam Pilpres 2024 harus independen dan imparsial.
Sejak usai reformasi, yakni pemilihan Umum tahun 2004, 2009, 2014, dan 2019, PB IDI selalu ikut terlibat dalam Pemeriksaan Kesehatan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden yang mana Tim Pemeriksa dibentuk dari para dokter spesialis yang ditunjuk oleh perhimpunannya (Peer Group).
Selain itu, Pemeriksaan Kesehatan tersebut menggunakan Panduan Teknis Penilaian Kemampuan Rohani dan Jasmani Bakal Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik lndonesia, yang disusun oleh PB lDl bersama beberapa Perhimpunan Dokter Spesialis terkait yang berada dibawah naungan lkatan Dokter lndonesia.
Panduan tersebut juga telah dicatatkan pada Hak Cipta di Kementerian Hukum dan Hak Asasi l\4anusia Rl dengan No. 000499341 dan sebagai pemegang hak cipta adalah lkatan Dokter lndonesia (lDI).
Ketua Umum PB IDI, DR Dr Moh. Adib Khumaidi, SpOT menyampaikan bahwa sebagai satu-satunya organisasi profesi kesehatan dokter yang diakui oleh dunia Internasional, PB IDI selalu menjadi mitra strategis Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membantu penilaian dan pemeriksaan tes kesehatan pasangan calon dalam pemilihan presiden (pilpres).
Prof DR Dr Zubairi Djoerban, SpPD-KHOM, Mantan Ketua Tim Pemeriksa Capres dan Cawapres dalam Pilpres 2014 menyampaikan, Presiden dan Wakil Presiden adalah warga negara pilihan yang memiliki tanggungjawab yang besar sehingga memerlukan status kesehatan tertentu (jasmani dan rohani) agar mampu melaksanakan tugas-tugasnya, demi kepentingan negara dan bangsanya. Status kesehatan tersebut di atas harus dinyatakan oleh suatu tim medis yang profesional dan impartial (assessing physicians) yang dibentuk secara resmi dan khusus untuk itu, yang anggotanya terdiri dari para dokter ahli yang kompeten dan memiliki kredibilitas tinggi di lingkungan profesinya.
PB IDI menegaskan bahwa Penilaian status kesehatan dilaksanakan melalui serangkaian pemeriksaan kesehatan dengan menggunakan protokol yang sesuai dengan standar profesi kedokteran.
“Keterangan hasil penilaian kesehatan merupakan pendapat dari Tim Penilaian Kesehatan yang disampaikan kepada KPU untuk dijadikan bahan pertimbangan,” sebutnya.
Jika pada bakal calon tidak ditemukan ketidakmampuan, maka ia dinyatakan tidak ditemukan faktor risiko yang dapat mengakibatkan ketidakmampuan untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden, dan jika pada bakal calon ditemukan salah satu ketidakmampuan dalam pemeriksaan kesehatan, maka ia dinyatakan dinyatakan ditemukan faktor risiko yang dapat mengakibatkan ketidakmampuan untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam Panduan Teknis Penilaian Kemampuan Rohani dan Jasmani Bakal Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik lndonesia, disampaikan bahwa Penilaian Kesehatan Bakal Calon Presiden dan Bakal Calon Wakil Presiden bertujuan untuk menilai kesehatan para Bakal Calon yang diajukan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 dan Undang-undang Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, sehingga Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden yang diterima adalah mereka yang memenuhi syarat mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
“Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden dalam arti kesehatan adalah keadaan kesehatan (status kesehatan) jiwa dan jasmani yang bebas dari disabilitas sesuai dengan kriteria yang ditentukan,” kata dia.
Ia menjelaskan, penilaian kesehatan dilakukan untuk menilai status kesehatan Bakal Calon Presiden dan Bakal Calon Wakil Presiden serta mengidentifikasi kemungkinan adanya disabilitas yang dapat mengganggu kemampuan menjalankan tugas dan kewajibannya. Penilaian tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip pemeriksaan kesehatan yang memenuhi persyaratan obyektif-ilmiah berlandaskan ilmu kedokteran berbasis bukti.
Status kesehatan yang dibutuhkan oleh pengemban jabatan Presiden dan Wakil Presiden tidak harus bebas dari penyakit, impairment ataupun kecacatan, melainkan setidaknya mereka harus dapat melakukan kegiatan fisik sehari-hari secara mandiri tanpa hambatan yang bermakna dan tidak memiliki penyakit yang diperkirakan akan mengakibatkan kehilangan kemampuan fisik dalam 5 (lima) tahun ke depan, serta memiliki kesehatan jiwa sedemikian rupa sehingga tidak kehilangan kemampuan dalam melakukan observasi, menganalisis; membuat keputusan dan mengomunikasikannya.
(*)