Sakato.co.id – Dalam rangka mempersiapkan Pemilu 2024 yang damai, bermartabat, dan berintegritas, dan mengantisipasi adanya politisasi agama menjelang Pemilu 2024, Yayasan Minka Institute mengadakan kegiatan penguatan moderasi beragama sebagai antisipasi politisasi agama di Padang Panjang, Sabtu (29-30/6).
Ketua Dewan Yayasan Minka Institute pada saat menyampaikan keynote speech sekaligus membuka kegiatan ini Rahmat Tk Sulaiman menyatakan bahwa kegiatan ini salah satu upaya tokoh masyarakat dan tokoh agama berkomitmen untuk terus mendorong penguatan moderasi beragama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dengan kesadaran akan hal tersebut adalah kunci utama untuk memastikan bahwa proses pemilihan umum berjalan dengan baik tanpa adanya gesekan antaragama.
“Kehidupan keagamaan harus berpedoman kepada ajaran keagamaan yang sejuk, ramah, serta mengedepankan toleransi, bukan yang bersifat tertutup dan eksklusif,” ujarnya.
Apalagi tahun ini, tegas Rahmat, bahwa tahun ini adalah tahun politik yang akan bermain tentang politisasi agama. Agama tidak dibawa ke politik praktis.
Dalam kegiatan ini, ia menegaskan untuk menuntut seluruh unsur masyarakat perlu bersama-sama memastikan bahwa agama tidak digunakan sebagai alat untuk memecah belah masyarakat, tetapi sebagai sarana untuk memperkuat persatuan dan kesatuan.
Boleh dekati tokoh agama. Tapi jangan jadikan agama alat perjuangan politik. Agama dan politik tidak bisa dipisahkan tetapi agama tidak boleh digunakan sebagai alat politik untuk memenuhi nafsu kekuasaan, ini berbeda
“Sebaliknya jangan gunakan agama untuk memenuhi keinginan merebut kekuasaan, tidak boleh karena berbeda pilihan kemudian yang beda itu dikafir-kafirkan,” tegasnya.
Senada dengan itu, Ketua Minka Institute Nofriandi menyesalkan akan paslon menggunakan politik identitas yang merusak pemilu damai yang dicitakan bangsa ini.
“Bagi paslon yang bermain di ranah ini saya sangat menyesalkan langkah politik mereka agama jalan tol untuk kekuasaan,” ujar pengamat dan juga peniliti di Minka Instute ini.
Menurutnya, Minka Institute mengajak masyarakat untuk memilih pemimpin negara tidak boleh secara asal-asalan, apalagi yang menjual soal politik identitas atau agama untuk berpolitik. Maka sebagai umat yang beragama mempunyai kewajiban memilih pemimpin yang tepat.
“Saya berpendapat dan mengajak masyarakat memilih pemimpin yang tidak hanya pandai dalam berbicara dan mempunyai mulut yang manis dan mati kita peka atas rekam jejak mereka para capres itu,” pungkasnya.