Kejati Sumbar dan UNAND Bahas Penerapan Deferred Prosecution Agreement dalam Seminar Hukum Nasional

Sakato.co.id – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat (Sumbar) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Andalas (UNAND) menggelar seminar ilmiah bertema “Optimalisasi Pendekatan Follow the Asset dan Follow the Money melalui Deferred Prosecution Agreement (DPA) dalam Perkara Pidana”, Senin (25/8/2025) di Gedung Serbaguna FH UNAND. Kegiatan ini juga menjadi bagian dari rangkaian peringatan Hari Lahir Kejaksaan Republik Indonesia ke-80.

Wakil Rektor III UNAND, Prof. Dr. Kurnia Warman, S.H., M.Hum., menyampaikan apresiasi atas tema yang diangkat. “Kami sangat bersyukur tema ini disampaikan di gelanggang kampus. Bagi pengajaran hukum, tema ini sangat penting. UNAND menyambut baik dan bergembira karena tema ini diluncurkan di kampus UNAND,” ujarnya.

Prof. Kurnia menegaskan, meskipun penerapan DPA tergolong baru di sistem hukum civil law seperti Indonesia, pendekatan ini patut dikaji lebih dalam agar dapat memberi manfaat besar dalam penegakan hukum di tanah air.

Keynote speech disampaikan Kepala Kejati Sumbar, Yuni Daru Winarsih, S.H., M.Hum. Ia menekankan pentingnya adaptasi dalam penegakan hukum. “Seminar ini bukan hanya sarana pertukaran gagasan, tetapi juga forum berpikir kritis agar tujuan akhir penegakan hukum, yaitu mencegah pelaku menikmati hasil kejahatan, dapat tercapai,” ungkapnya.

Menurut Yuni, DPA merupakan mekanisme baru dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang memungkinkan penundaan penuntutan dengan syarat tertentu, seperti pengembalian aset, pembayaran denda, hingga perbaikan sistem kepatuhan. “Tujuannya bukan untuk melunakkan hukum, tetapi mempercepat pemulihan kerugian negara, menghindari proses peradilan yang panjang, dan tetap memberi efek jera,” jelasnya.

Ia menegaskan, paradigma hukum modern tidak lagi hanya menekankan follow the suspected, tetapi mengutamakan follow the asset dan follow the money. Dengan begitu, penegakan hukum lebih berfokus pada perampasan hasil kejahatan, pembekuan aset, dan pengembalian kerugian negara.

Acara dilanjutkan dengan diskusi panel yang dimoderatori Dr. Erdita Elda, S.H., M.H. Narasumber pertama, Ketua Pengadilan Tinggi Padang Dr. Budi Santoso, S.H., M.H., menilai penerapan DPA sejalan dengan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan. “Implementasi DPA dapat mengurangi beban lembaga pemasyarakatan sekaligus mendukung pemulihan kerugian negara,” katanya.

Namun, Budi juga menyarankan agar cakupan DPA diperluas, tidak hanya pada perkara korporasi sebagaimana diatur dalam RKUHAP. Ia menilai mekanisme ini dapat diterapkan pada tindak pidana dengan korban kepentingan umum, seperti narkotika.

Sementara itu, narasumber kedua, Dr. Yoserwan, S.H., M.H., LL.M., pakar hukum pidana ekonomi FH UNAND, memaparkan perbandingan penerapan DPA di berbagai negara. Ia menyoroti sembilan implikasi penting pemberlakuan DPA yang seharusnya menjadi perhatian dalam RKUHAP. “DPA merupakan kesepakatan yang memberi kepastian hukum, efisiensi waktu, dan manfaat bagi semua pihak,” ujarnya.

Selain mahasiswa FH UNAND, seminar ini juga dihadiri seluruh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari), Kepala Cabang Kejari, dan para Kasi se-Sumbar.

Kejati Sumbar menegaskan bahwa melalui penerapan DPA, negara dapat menghindari kerugian ganda: pertama, kerugian karena uang hasil kejahatan tidak bisa dikembalikan; kedua, kerugian akibat biaya besar proses persidangan.

Seminar ini juga menjadi bagian dari kegiatan nasional yang digelar serentak di perguruan tinggi di setiap ibu kota provinsi. Tujuannya memperkuat sinergi akademisi dan penegak hukum dalam menghadirkan kebijakan yang adaptif, humanis, dan berintegritas.

Melalui kegiatan ini, UNAND dan Kejati Sumbar berharap dapat memberikan rekomendasi strategis terkait implementasi DPA demi mewujudkan penegakan hukum yang lebih efektif, transparan, dan berorientasi pada pemulihan kerugian negara.

(*)

Komentar