Gubernur Sumbar Digugat ke PTUN Terkait PAW Dua Mantan Anggota DPRD Mentawai

Sakato.co.id — Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi Ansharullah digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Padang terkait keputusan Pergantian Antar Waktu (PAW) terhadap dua mantan anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Mentawai, Manuel Salimu dan Syafridin.

Keduanya sebelumnya telah resmi diberhentikan sebagai anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Mentawai setelah terjerat dugaan kasus penyalahgunaan narkoba pada akhir September 2024. Pemberhentian itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur Sumbar nomor 171-72-2025 dan 171-73-2025 yang dikeluarkan pada 10 Februari 2025.

banner 1080x788

Kuasa hukum Manuel Salimu dan Syafridin, Gusman SH, menyebut SK PAW yang diterbitkan Gubernur Mahyeldi terindikasi cacat secara konstitusional karena melebihi batas waktu 14 hari setelah adanya pengusulan dari Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai. Ia menambahkan, PAW seharusnya hanya dilakukan dalam tiga kondisi, yaitu jika anggota dewan meninggal dunia, mengundurkan diri, atau terbukti melakukan tindak pidana yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).

Menurutnya, saat pengusulan PAW dilakukan oleh Partai Gerindra dan Nasdem dan disahkan lewat SK Gubernur, kasus hukum yang menjerat kedua kliennya belumlah inkrah. Selain itu, baik Manuel Salimu maupun Syafridin belum pernah dipanggil atau diberi kesempatan klarifikasi oleh Majelis Kehormatan Partai Gerindra maupun Nasdem.

“Dengan adanya SK PAW Gubernur tersebut, kedua klien kami kehilangan jabatan, hak, dan segala kewajibannya sebagai anggota DPRD Mentawai. Untuk itu, kami telah mengajukan gugatan terhadap SK PAW tersebut ke PTUN Padang,” ujar Gusman, didampingi tim kuasa hukumnya, Jefrinaldi SH MH C.Med dan Mesa Marcelina SH, Rabu (10/4/2025).

Sebelum menggugat ke PTUN, pihak Manuel Salimu telah lebih dulu melayangkan surat klarifikasi atas laporan DPC Partai Gerindra Kabupaten Kepulauan Mentawai nomor 009/03.20-DPC/MTW/IX/2024 yang diterbitkan pada 27 September 2024.

“Artinya, klien kami masih menempuh upaya hukum atas pemberhentiannya sebagai anggota Partai Gerindra. Namun Gubernur Sumbar justru terburu-buru menerbitkan SK PAW. Ini sangat mencederai asas umum pemerintahan yang baik,” katanya.

Ia menilai tindakan Gubernur Mahyeldi telah melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.

Di tempat yang sama, Verawati, istri Manuel Salimu, membantah tegas pemberitaan yang menyebutkan suaminya tertangkap saat pesta sabu sebelum digerebek oleh Tim Rajawali Satresnarkoba Polresta Padang. Ia menegaskan bahwa saat penangkapan terjadi, dirinya bersama sang suami sedang berada di kamar hotel, beristirahat usai mengikuti kegiatan bimbingan teknis anggota DPRD Mentawai periode 2024-2029.

“Sungguh tidak benar kalau dikatakan suami saya tertangkap saat pesta sabu. Saya bersama dia di dalam kamar, dan polisi pun tidak menggeledah kamar kami. Kalau pun digeledah, tidak akan ditemukan barang bukti apa pun,” ungkapnya.

Ia menyebut bahwa hasil tes urine suaminya yang positif diduga kuat akibat konsumsi obat asam urat yang rutin dikonsumsinya. Bahkan, dua rekan Manuel yang turut ditangkap telah mengakui bahwa suaminya tidak terlibat.

Menurut Verawati, setelah penangkapan, polisi sempat menyatakan bahwa suaminya akan segera dibebaskan setelah diperiksa sebagai saksi. Namun kenyataannya, suaminya justru ditetapkan sebagai tersangka dan kini menjalani rehabilitasi.

Ia juga menyayangkan keputusan Partai Gerindra yang memecat dan mengusulkan PAW terhadap suaminya tanpa adanya pemberitahuan kepada keluarga. SK pemecatan tercantum dalam surat keputusan DPP Partai Gerindra nomor 11-0433/Kpts/DPP Gerindra/2024 tertanggal 21 November 2024. Namun ia baru mengetahui dan menerima surat tersebut pada 13 Januari 2025.

“Lalu anehnya, saya masih diminta membayar iuran acara jalan santai HUT Gerindra ke-17 pada 9 Februari 2025. Iuran itu saya bayar. Bukti transfer masih ada. Jadi kalau suami saya sudah dipecat 22 November 2024, kenapa pada Januari 2025 masih diminta membayar iuran partai,” ujarnya.

Sementara itu, di tempat terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi Sumatra Barat, Masheri Yanda Boy, menyatakan bahwa pihaknya belum menerima relas panggilan sidang dari PTUN Padang terkait gugatan mantan anggota DPRD Mentawai tersebut.

“Kami belum menerima relas panggilan sidang. Kalau ada, biasanya akan dilengkapi dengan Surat Kuasa Khusus,” katanya.

Ia menambahkan, hingga kini gugatan tersebut belum sampai ke Biro Hukum Pemprov, dan menganggap laporan seperti ini merupakan hal yang biasa.

(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *