Bea Cukai Tahan Alat SLB, Begini Dampaknya dalam Kacamata Komunikasi Pembangunan

Penulis : Ernita Gusti, Mahasiswi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Andalas

Sakato.co.id- Direktorat jenderal Ditjen bea cukai menjadi sorotan publik akhir-akhir ini. hal ini berawal dari pengakuan seorang warga Bandung yang viral di media sosial Tik tok ia mengaku bahwa membeli sepatu seharga 10 juta lebih dari Jerman dan dikenakan bea masuk sebesar 31 juta lebih.

Setelah itu warganet lain bernama Rizal melalui akun media sosialnya juga mengungkapkan bahwa bantuan alat pembelajaran dari Korea Selatan untuk sebuah sekolah luar biasa ditahan oleh bea cukai sejak 2022.

Berhubung telah banyaknya kasus yang dikemukakan oleh warga net kepada bea cukai menteri keuangan Sri Mulyani turun tangan dan meminta bea cukai meningkatkan pelayanannya. Kasus yang membuat bea cukai menarik perhatian publik adalah penahanan bantuan alat belajar SLB A pembina tingkat nasional jakarta.

Bantuan tersebut merupakan hibah dari ohfa tech asal Korea Selatan berupa keyboard sebanyak 20 buah untuk alat belajar siswa tunanetra.

Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa bea cukai telah membebaskan bea masuk untuk alat belajar SLB yang mereka tahan sejak 2022. Terhitung sudah 16 bulan tepatnya 18 Desember 2022 dari ditahannya alat belajar tersebut. Nilai dari barang tersebut ditaksir 1.500 dollar AS sehingga pihak jasa pengirim mengajukan pemberitahuan import barang khusus. Hal ini menyebabkan perubahan tujuan pengiriman dari sekolah luar biasa (SLB) sebagai badan menjadi kepada perorangan yakni kepala sekolah yang bersangkutan.

Sri Mulyani menegaskan kepada Bea Cukai untuk menyelesaikan masalah ini secepatnya, termasuk kebutuhan dalam kelengkapan dokumentasi. Ia juga menghimbau untuk memberikan pengecualian bea masuk terhadap barang hibah, terlebih lagi untuk keperluan Sekolah Luar Biasa (SLB).

Meski sudah menemukan Solusi dari permasalahannya, namun hal ini tentunya akan membuat citra dari bea cukai menjadi buruk di mata Masyarakat. Perlu sebuah analisis berdasarkan kacamata Komunikasi Pembangunan untuk permasalahan ini.

Penahanan alat SLB (Sarana Laboratorium Bahan) oleh Bea Cukai dapat memiliki dampak dalam konteks Komunikasi Pembangunan. Jika alat-alat tersebut vital untuk penelitian atau kegiatan pembangunan di bidang sains atau teknologi, penahanan oleh Bea Cukai dapat menghambat aksesibilitas terhadap teknologi tersebut.

Hal ini dapat menghambat kemajuan riset dan inovasi di bidang-bidang tertentu. Tindakan seperti ini dapat menimbulkan kekhawatiran bagi investor asing yang ingin berinvestasi di negara Indonesia. Mereka mungkin merasa tidak yakin dengan kebijakan dan proses bea cukai yang tidak konsisten, yang pada gilirannya dapat menghambat arus investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Penahanan alat-alat SLB juga bisa menjadi isu politik dan diplomatik antara negara Indonesia dan korea selatan. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan bilateral antara negara yang terlibat, serta menciptakan ketidakpastian dalam kerja sama lintas batas.

Jika alat-alat tersebut digunakan untuk tujuan pembangunan sosial seperti dalam bidang kesehatan atau pendidikan, penahanan tersebut dapat berdampak negatif pada upaya pembangunan yang sedang dilakukan. Misalnya, penundaan dalam pengembangan atau penerapan teknologi kesehatan dapat memperlambat kemajuan dalam penanggulangan penyakit atau peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Dalam konteks komunikasi pembangunan, penanganan situasi seperti ini memerlukan komunikasi yang efektif antara pemerintah, lembaga terkait, dan masyarakat.

Transparansi dalam menjelaskan alasan di balik penahanan tersebut, serta upaya untuk menemukan solusi yang meminimalkan dampak negatifnya, sangat penting. Komunikasi yang terbuka dan jelas dapat membantu mengurangi ketidakpastian dan membangun kepercayaan antara semua pihak yang terlibat.

Menurut konsep difusi inovasi yang dikemukakan oleh Everett Rogers, tindakan Bea Cukai untuk menahan alat SLB dapat dilihat dalam konteks adopsi inovasi oleh suatu sistem atau masyarakat. Kelompok inovator mungkin akan menilai tindakan Bea Cukai ini sebagai hambatan dalam mengadopsi inovasi.

Mereka yang berada di garis depan pengembangan dan penggunaan alat-alat SLB mungkin merasa frustrasi dan terhalang dalam upaya mereka untuk memperkenalkan teknologi baru atau memperbaiki yang sudah ada. Kelompok early adopters mungkin akan merasa terganggu oleh penahanan ini karena mereka biasanya cepat dalam mengadopsi inovasi dan menggunakan teknologi terbaru.

Penahanan alat SLB dapat menghambat mereka dalam menggunakan teknologi tersebut untuk kegiatan penelitian atau bisnis mereka.

Bagi kelompok mayoritas awal, penahanan alat SLB mungkin akan menimbulkan kekhawatiran dan ketidakpastian. Mereka mungkin ingin menunggu dan melihat bagaimana situasi ini berkembang sebelum mereka memutuskan apakah akan mengadopsi inovasi tersebut atau tidak.

Kelompok mayoritas akhir mungkin akan cenderung menunggu lebih lama sebelum mengadopsi inovasi tersebut, terutama jika ada ketidakpastian atau hambatan yang muncul seperti penahanan alat SLB oleh Bea Cukai. Mereka mungkin akan menunggu sampai isu tersebut terselesaikan atau teknologi tersebut menjadi lebih teruji.

Bagi kelompok penolak, penahanan alat SLB mungkin tidak memiliki dampak signifikan karena mereka cenderung lambat dalam mengadopsi inovasi dan mungkin tidak terlalu tertarik pada penggunaan teknologi baru.

Secara umum, dalam konteks konsep difusi inovasi, penahanan alat SLB oleh Bea Cukai dapat dianggap sebagai hambatan atau rintangan dalam proses adopsi inovasi oleh masyarakat atau sistem tertentu. Dampaknya bisa beragam tergantung pada posisi masing-masing kelompok dalam kurva adopsi inovasi dan tingkat ketergantungan mereka terhadap teknologi tersebut.

 

Komentar