Sakato.co.id – Praktik pungutan uang komite di lingkungan sekolah kembali menjadi sorotan tajam. Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Sumatera Barat resmi merilis Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LHP) yang mengungkap adanya dugaan maladministrasi berupa penyalahgunaan wewenang di SMKN 10 Padang.
Laporan ini diserahkan langsung oleh Kepala Keasistenan Pemeriksaan Ombudsman Sumbar, Meilisa Fitri Harahap, kepada Kepala SMKN 10 Padang Herawaty, Ketua Komite Sekolah Armi Nelda, serta Kabid PSMK Dinas Pendidikan Sumbar Suryanto, pada Jumat (19/12/2025).
Kasus ini mulai bergulir sejak Juni 2025. Ombudsman menerima aduan dari masyarakat yang identitasnya dirahasiakan, mengeluhkan beban pungutan uang komite yang dirasa menyimpang.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Adel Wahidi, melalui tim pemeriksaannya, menemukan fakta bahwa praktik yang selama ini dianggap “lumrah” di sekolah tersebut ternyata menabrak banyak aturan.
Berdasarkan pemeriksaan dokumen dan lapangan, Ombudsman menemukan lima poin krusial yang menjadi rapor merah bagi manajemen SMKN 10 Padang:
1. Kepengurusan “Abadi”: Ditemukan bahwa kepengurusan Komite Sekolah tidak pernah berganti selama 17 tahun (sejak 2007 hingga 2024).
2. Pungutan yang “Memaksa”: Dana komite diberlakukan secara rata kepada seluruh siswa, termasuk mereka yang merupakan penerima Program Indonesia Pintar (PIP).
3. Masalah Transparansi: Pihak sekolah dan komite tidak pernah memberikan laporan pengelolaan dana kepada orang tua atau wali murid.
4. Rekening Pribadi: Awalnya, dana dikumpulkan melalui rekening atas nama pribadi bendahara sekolah, bukan rekening bersama yang diamanatkan regulasi.
5. Penyimpangan Prosedur: Terdapat keterlibatan tenaga pendidik dalam kepengurusan komite, yang secara aturan seharusnya dilarang.
Menanggapi temuan ini, Ombudsman memberikan sejumlah tindakan korektif tegas. Adel Wahidi menekankan bahwa penggalangan dana tidak boleh lagi berbentuk pungutan (yang jumlah dan waktunya tidak ditentukan).
“Dinas Pendidikan juga harus melakukan pembinaan menyeluruh kepada seluruh SMK di Sumatera Barat agar kasus serupa tidak terulang. Komite harus dikembalikan fungsinya sesuai Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016,” tegas pihak Ombudsman dalam laporannya.
Saat ini, pihak SMKN 10 Padang dan Dinas Pendidikan dilaporkan bersikap kooperatif. Beberapa langkah perbaikan seperti pembuatan rekening bersama dan perombakan struktur komite mulai dilakukan.
Ombudsman Sumbar memberikan tenggat waktu selama 30 hari kerja bagi para terlapor untuk melaksanakan seluruh tindakan korektif tersebut. Perkembangan pelaksanaannya akan dipantau ketat untuk memastikan tidak ada lagi siswa, terutama dari keluarga tidak mampu, yang terbebani oleh pungutan liar berkedok uang komite.
(*)









Komentar